15 March 2007

selamat menikmati....


kegilaan masa kecil sering mengganggu tidurku beberapa hari ini. tidak bisa tenang kalau dalam satu menit saja tidak menatap bintang di langit atau benda-benda melayang di pergantian waktu. sering ini menjengkelkan orang tuaku, jam 12 malam aku buka pintu depan lantas duduk di pinggiran jalan cuma buat menatap langit. entahlah... ada ketenangan di sana yang gak bisa tergantikan benda apapun. celakanya, hal ini kembali menyergap kegelisahanku tiap malam. untung saja ada benda-benda melayang lain yang cukup menggodaku hari-hari ini. setidaknya aku bisa menatap sembari berharap angin berhembus kencang menggerakkan setiap warna dan kumparan-kumparan plastik didepanku.
setidaknya aku dapat pengetahuan baru dari pengkaryanya yang kebetulan sempat bertutur panjang lebar tentang benda dihadapanku.
seseorang menamainya patung kinetik.. dan begitulah ternyata. sore tadi benda-benda plastik inilah yang mendesakku untuk segera bergegas menapaki jalan kota untuk sekedar berbagi kesialan ini, yap.. hari-hari yang semakin ramai dengan foto-foto berwajah tua. sialnya berebut kekuasaan yang entah apa manfaatnya buatku dan mungkin sebagian orang disini, di banyumas ini. suntuk... asli aku gak habis mengerti.. tapi sudahlah, tokh aku masih bisa bermain-main dengan waktu... sembari menahan kesialan selanjutnya.


entah sampai kapan..

09 March 2007

...

kemarin siang aku takjub membaca sebuah email yang bersarang di inbox gmailku. silahkan saja disimak...

Dari: hariesdesign. com
Balas ke: id-AdSense@yahoogroups.com
Kepada: id-adsense@yahoogroups.com
Tanggal: 2007 Mar 8 10:55
Judul: [id-AdSense] Fenomena....

fenomena penuh teka teki.. aneh tapi nyata..

01/01 ( 01 Januari ) adam air/km senopati
02/02 ( 02 Februari ) jakarta banjir
22/02 ( 22 Februari ) Levina I
03/03 ( 03 Maret ) Longsor NTT ANEH YA? SEMUANYA TANGGAL KEMBAR.. DAN INI LEBIH SPEKTAKULER..
07 / 03 / 07 PESAWAT GARUDA BOEING '737' KECELAKAAN ati2 tang 4 april brarti..

--
Regards,

Haries

...
sebelumnya di warteg pak Slamet aku sempat membaca Catatan Pinggir-Goenawan Mohamad yang termuat majalah Tempo edisi 30 Juli 2006 dengan tajuk "Glung" dan bukan kebetulan satu hari sebelumnya di Banyumas (Baturaden, kota Purwokerto dan Cilongok) riuh panik menyergap setiap orang karena angin puting beliung. meski tidak separah Jogja atau daerah lain, sempat tersiar kabar ada yang menjadi korban.
sepertinya berita bencana akan selalu menghiasi layar kaca kita di hari-hari mendatang..yap, hal yang bisa jadi sudah biasa bagi sebagian orang yang memperhatikan fenomena alam. konon waktu kecil anak2 malah senang kalo ada angin besar..bisa main layangan, kitiran dan sejumlah keceriaan menyambut kedatangan angin besar. hujan deras pun jadi saat yang tepat untuk bermain berbasahan. tidak seperti sekarang, panik..takut akan alam..tapi tetap merusak alam. fenomena alam menjadi hal yang begitu mengerikan..sekaligus mengagumkan. ada hiruk pikuk disana.. ada isak tangis dan gemetar ketakutan. dan tidak mengubah keadaan...yap, hari ini kita sedih, lusa lupa ingatan. lantas berbondong-bondong acara diskusi bencana dihelat... sesudahnya, bantuan datang.. bulan depan bencana yang datang. lalu?
barulah kita kembali mengais ingatan yang sengaja dilupakan.. mendadak banyak manusia berbalut kemanusiaan, keagamaan, kebijaksanaan. datang silih berganti mengucap kewaspadaan dan ingatan akan Tuhan.
barulah kita mengumbar kesadaran akan alam, akan human error, akan tanggung jawab..
barulah kita merasa punya saudara, sahabat atau teman sepermainan..
barulah orang sepertiku sampai-sampai ikut-ikutan memaki negara dan keadaan

emangnya pada kemana aja loe selama ini hah?

mimpi atap rumah pada bocor?

...????

07 March 2007

komunitas basis [menjadi sel hidup]

“…gampang kalo mo nyari. biasanya nongkrong di depan tiap malem minggu.
Dateng aja ke sana, terus nanya aja, pasti dah pada kenal aku semua.
Hampir semua orang yang tinggal di daerah sini tahu anak-anak tongkronganku kok.
Nyante aja …”

hari pertama…

Mempersepsi Realita Secara Baru

Suatu hari saya mengundang makan seorang teman. Hari itu menu keluarga kami agak beda: tidak hanya ada tahu, tempe, krupuk dan sayur sebagaimana kebiasaan, hari itu ada banyak daging yang memang "luar biasa". Saya senang bisa mengajak teman makan; dan rupanya dia pun gembira. Saya kira dia tulus ketika mengucapkan terimakasih dan senang kalau kapan-kapan diundang lagi makan siang. Saya bertanya, "Kamu senang, Ton., dengan daging itu?"
"Ya, ya! Enak sekali!"
"Kamu tahu, daging apa itu?"
Mungkin karena menangkap sesuatu yang agak aneh dengan pertanyaan itu, dia balik bertanya, "Emangnya daging apa?"
"Anjing!"
"Hah?!"
Jawaban itu seperti sambaran petir. Raut teman saya langung berubah. Hanya dalam hitungan detik mukanya jadi merah. Mungkin agak menahan diri untuk muntah di hadapan keluarga saya, tetapi dia jelas menahan sesuatu yang tidak mengenakkan. Saya tahu, dia tidak mau makan daging anjing kalau tahu sebelumnya. Bukan karena haram, tetapi karena jijik.
Jadi, apakah kita bereaksi terhadap fakta apa adanya? Tidak! Beberapa menit sebelumnya Anton, teman saya itu, lahap menikmati daging yang dia rasakan enak. Tubuhnya merespon dengan wajar, tetapi beberapa menit sesudahnya segalanya jadi lain. Tubuhnya bereaksi menolak, perutnya bergolak, wajah memerah. Secara mental-emosional pun dia berubah. Suasana yang tadinya serba menyenangkan berubah menjadi agak janggal, serba kikuk. Undangan makan yang kiranya dia sambut sebagai kebaikan hati saya mungkin kini diartikan lain sebagai kesempatan untuk "ngerjain" dia -mungkin terimakasih pun berubah jadi umpatan dalam hati (karena tak enak untuk menyatakannya secara terang-terangan).
Apa yang menentukan perubahan dahsyat itu? Jawabannya: PERSEPSI.
Persepsi adalah pemaknaan kita terhadap fakta apa adanya. Persepsi adalah sapuan warna individual yang kita kenakan kepada fakta apa adanya. Persepsi adalah pemahaman kita terhadap fakta - tetapi, fakta itu sudah bukan lagi fakta apa adanya, melainkan fakta yang sudah kita warnai, kita pulas, kita beri nilai, kita beri cap, kita namai, kita beri perspektif, kita beri muatan nilai spiritual, sosial, emosional - apa pun! Pendek kata, persepsi adalah pemahaman kita terhadap fakta yang kita pandang dengan sebuah kacamata berwarna, dari sudut pandang tertentu. Dan terhadap persepsi itulah sebenarnya kita bereaksi - apa pun reaksi itu.
Secara psiko-motorik, mental-emosional, persepsi bahkan kadang-kadang begitu kuatnya menentukan reaksi-reaksi kita, padahal mungkin saja tidak ada fakta yang sebenarnya mendasari persepsi itu. Contohnya bisa Anda alami ketika sedang berhenti di lampu merah. Di tengah berderet-deret mobil yang menunggu lampu hijau menyala, Anda menghentikan mobil Anda. Dengan santai Anda menoleh ke kanan atau ke kiri, dan tiba-tiba Anda jadi "gragapan" karena mengira mobil Anda mundur dengan cepat. Jantung berdebar karena takut mobil Anda peyok atau memeyokkan mobil di belakang Anda. Kaki Anda cepat bergerak untuk menginjak rem. Beberapa detik kemudian Anda baru sadar bahwa bukan mobil Anda yang mundur cepat, tetapi ada satu mobil di sebelah Anda maju dengan cepat untuk segera merebut ruang kosong di depannya!
Itulah fenomena gerak semu, dan secara emosional maupun fisik kadang-kadang kita dipermainkankan oleh persepsi terhadap fenomena semacam gerak semu itu. Realita gerak Anda semu, tetapi efek emosional dan psiko-motorisnya amat nyata.
Para ahli pemasaran amat menyadari kekuatan persepsi ini. Bagi mereka, persaingan di pasar adalah perang persepsi. Karena itu mereka menyarankan agar para produser mengaitkan produk mereka dengan persepsi yang khas: Volvo dengan "safety", sabun mandi dengan "bebas bakteri 24 jam" atau dengan "kecantikan", susu dengan "tulang kuat", atau susu beromega-3 dengan "kecerdasan".
Kita bisa "dikerjain" orang dengan itu, kita juga bisa "ngerjain" masyarakat dengan pemahaman yang baik mengenai hal itu, atau kita juga bisa menjadi bijaksana dan dapat menentukan kebahagiaan kita sendiri berbekal kesadaran akan hal itu.
Itu bisa kita lakukan di mana pun, dan di saat apa pun, karena kalau kita menyadari bahwa kita ini ditentukan oleh persepsi kita, kita juga bisa menarik diri untuk tidak serta merta mengambil tindakan hanya berdasar persepsi yang muncul secara spontan, sehingga tindakan kita tidak akan reaktif.
Anda sedang meluncur di jalanan yang padat lalu lintas. Anda waspada dan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah bagi diri sendiri atau sesama seperjalanan Anda. Tiba-tiba ada mobil lain yang secara sembrono menyerobot dan ngebut mendahului Anda. Apa reaksi Anda?
Saya tidak heran kalau Anda jengkel. Mungkin malah marah dan ingin mengejar. Banyak di antara kita yang langsung kehilangan kontrol diri dan marah-marah terhadap orang yang ugal-ugalan tersebut. Tetapi, ada satu orang yang saya tahu tetap tenang menghadapi kejadian seperti itu, karena dia mempersepsi sopir yang ngebut tadi sebagai "orang yang kebelet ngising". Anda tahu yang dia maksudkan: kalau perut Anda sudah mules, dubur Anda siap menyemburkan ampas busuk, dan Anda tak sabar untuk segera duduk di kloset - itulah "kebelet ngising". Dan memang, kalau jalan Anda disrobot oleh orang yang sedang menghadapi "problem berat" seperti itu, Anda akan maklum, tetap tenang, dan kalau tahu mungkin malah akan mempersilahkan dia mendahului Anda. Ada yang keberatan dengan mengatakan, "Tetapi, bukankah orang itu belum tentu kebelet ngising?" Memang! Mungkin saja Dia adalah orang yang amat beradab tetapi sedang diburu oleh persoalan berat; atau sebaliknya orang biadab yang tak peduli terhadap keselamatan orang lain. Tetapi itu bukan urusan kita. Urusan kita adalah menciptakan mekanisme internal dalam diri kita yang menyebabkan kita ini tetap tenang, tidak kehilangan kontrol diri, bahkan dapat menentukan kebahagiaan kita sendiri. Dan kini kita tahu salah satu caranya adalah: MEMPERSEPSI perkara-perkara yang biasanya menyebabkan kita kehilangan kontrol diri dan keseimbangan itu SECARA BARU.
Betapa luar biasanya cara itu. Dengan mekanisme sederhana itu dengan mudah kita bisa mengontrol emosi-emosi kita untuk tetap seimbang. Dampak lanjutannya ialah bahwa sistem hormonal dalam tubuh kita juga berjalan wajar, sehingga kita tidak hanya sehat secara mental-emosional, tetapi juga secara fisik.
Banyak orang hidup dipermainkan oleh persepsinya, tetapi dengan pengetahuan ini Anda bisa mengambil jarak, bermain secara baru dengan persepsi Anda, dan dapat mewarnai hidup Anda sesuai dengan yang Anda inginkan.

hari kedua…

Collectives,Communities,and Social-group


As a noun a collective describes any social group whatsoever. At the very least however we can say that a collective is a group or association rather that an individual or the state. However, this can describe anything from a large company to a group of children building a cubby house. Actually the most fruitful approach to the concept of collectivity is to point out that it is derived from the Latin _to pick_, thus collectivism denotes a state where people can pick or choose who they work with, and the way in which they work together. This is a very common form of organisation, a perfect example of a collective might be a group of people who happen to meet each other down the pub one Saturday night and get-it-together to play beach volley ball every Sunday thereafter. The point being that the way in which the group functions and comes together is a matter of choice rather than being imposed upon them. Collective behaviour is very, very common, but only economic collectivism has any real political significance. A group of 5 or 10 people (such as our volley ball group) can work very effectively with one another--without ever having a formal meeting--and simply relying upon a trusted network of people who respect each others areas of expertise and pool their efforts together with the minimum of fuss. Also in a small voluntary, non-economic organisation, people can always come and go as they please and have varying amounts of time (and they are usually economically better off by not participating), inevitably the effort by some or one or two is always greater than the rest and meetings are either poorly attended, boring or unnecessary for such small groupings.

hari ketiga…

INBOX: new mail received
Purwokerto, pk. 17:40 [08/06/02]
..
aku teringat akan kalimat panjang yang tertera di cover buku Pencerahan-Suatu Pencarian Makna Hidup dalam Zen Buddhisme, terbitan Kanisius... " Hidup bukanlah beban yang mematikan ide atau semangat, melainkan suatu tantangan yang merangsang manusia untuk kreatif.. [Mahatma Gandhi]"
seringkali kita justru terjebak dalam haru-biru..romantisme usang dan semacamnya.. belakangan aku banyak belajar dari kawan-kawan ku seperti danto, seto, wahyu, anang, juga boodie... ngga' selamanya realita harus dihadapi vis-a'vis, secara frontal... atau kata jule tertendensasi (maksudnya pasti bertendensi..)
yah, nyatanya tiap orang emang beda cara pandang sih.. untukku lebih enak omong yang nyata..realis ketimbang ide-ide... dan aku emang terbiasa dengan materialisme bukan idealisme... konkrit aja.
waktu aku ketemu danto, ngga' ada ide gila apapun yang kelintas. biasa aja.. kita jalan bareng, gojeg kere.. di sisi lain aku juga punya dunia lain yang emang beda banget.. serius, analitik, "underground"... tapi aku nemuin kepuasan batin yang sama... makanya aku justru heran, kenapa di sini yang katanya heterogen... kok lucu? kau tau lah maksudku...
proses yang terjadi tidak membebaskan... oke lah, dinamikanya gila-gilaan... tapi kok semakin ekslusif...
terus terang aku emang kecewa dengan masih aja ada orang-orang suruhan, ngga' punya sikap sendiri, boneka-boneka... yang manut kalo diomongin ama seniornya... gila aja, ngapain lu hidup kalo cuma jadi banci-banci trendi... ngapain nutup-nutupin kalo ada problem subyektif... kenapa mesti lari atau malah galang massa?
semua butuh proses.. aku paham maksud dari kata-kata itu, apapun kepentingan yang nempel dari ungkapan-ungkapan yang terlontar... ta' pikir semua kembali ke proses.. kembali ke gimana sih konsistensi-nya atas omongan-omongan mulutnya sendiri atau kasarnya jujur atau maling!!!
makanya aku tidak berpretensi apapun.. let's make it.. just do it, and so on.. dan sampai kapan kita seperti ini? walahualam...
mungkin kita bisa bicara + diskusi panjang soal dunia, soal kemiskinan, soal keprihatinan..apalagi soal hati, perasaan, cinta. GOSIP?? oke.. diluar itu kita bisa koleksi, berapa kata yang harus kita ucapkan sebagai tameng dari ketidaktahuan kita tentang dunia.. berapa kalimat yang terlontar untuk menutupi kekurangan yang ada pada diri kita, berapa frase yang harus kita olah agar orang percaya pada diri kita?
beranikah mengakui ke'aku'an kita yang sesungguhnya, bahwa aku orangnya introvert, dingin, dll.. bukan sekedar ngga' pernah mandi, kucel, bladhus, dll-nya...; beranikah mengakui jujur "aku ngga' ngerti apa yang kau bicarakan..." walaupun resikonya kita ditinggalkan dan dipandang bodoh; atau kita justru lebih mapan untuk bertopeng "tahu segalanya" bahkan "mampu diterima dimanapun"...
bagiku dunia tidak sepicik itu... seiring dengan waktu, mungkin saja.
toh.. kita yang bertanggungjawab penuh atas rusaknya dunia... bukan tuhan, agama, menhir, budaya... ya, manusia lah.
let there be life... be smart !!
ta' pikir inilah awal langkah kita buat saling terbuka.. dalam cita, rasa, karya... mari kita jujur bersama bahkan dalam hal yang paling menyakitkan, siapa lagi yang harus memulainya... aku, kamu, kita, mereka? semua...

| avant garde

hari keempat…

Aku Ingin Bersama Selamanya


Ketika tunas ini tumbuh serupa tubuh yang mengakar
Setiap nafas yang terhembus adalah kata
Angan, debur, dan emosi bersatu dalam jubah berpautan
Tangan kita terikat, lidah kita menyatu..
Maka setiap apa terucap adalah sabda pandhita ratu
Ahh..diluar itu pasir, diluar itu debu
Hanya angin meniup saja lalu terbang hilang tak ada
Tapi kita tetap menari.. menari Cuma kita yang tahu
Jiwa ini tandu maka duduk saja
Maka akan kita bawa semua
Karena kita adalah Satu

--Rako Prijanto

hari kelima…

Menjadi Sel Hidup

MPAB-MABIM XXII: membangun kader pembelajar melalui penumbuhan kesadaran kritis dengan dijiwai nilai-nilai PMKRI
komunitas basis (kombas) sebagai salah satu metode gerakan ?
solidaritas, empowerment, kerjasama
>apa itu kombas
>tujuan kombas
>metode gerakan pmkri
>tahapan menuju kombas
pmkri --> sekolah alternatif: proses learning by doing+partisipatoris


hari keenam…

stand alone and proud

Puzzle tidak pernah Indah
Jika cuma "sendiri"
Kehadiran yang lain adalah
untuk mengisi kekosongan
Dan menjaminnya untuk
Menjadi Begitu Indah...

Maaf… sampe hari ini ga’ ada satupun artikel yang jadi.Yang ada cuma catatan harian kayak gini.ga’ pa2 khan… oia, ada yang inget kalo ini malem minggu? So what?! Di Aceh siapa yang malem mingguan?!? Udah ada yang punya account di friendster?
Jangan lupa masukin email temen2 ya… sekalian kabarin BENCANA bukan cuma di Aceh… dimana2 bung!!! Nah lo.. harga2 pada mo naek neh!! Ngapain asyiknya ya…
sms pake im3 aja.. Cuma 150 sesama im3 lho.. kita bisa irit pulsa. Cupu Banget ahh..
solidaritas – empowerment – kerjasama – blablabla.. istilah yang sering dipake kaum universitas neh.. tiap Ospek, kuliah, organisasi kayaknya sama2 teriak soal tiga kata itu ya… kali ini dijamin TIDAK ADA. Udah banyak yang omong gitu tapi dari sekian banyak yang bener2 ngangkat alias kena pas di hati ya kita sendiri yang ngerti…khan?
Menurut ku… aku neh.. intinya "Don't hate the media, BE the media!" medianya bisa tempat-alat-sesuatu-atau apapun deh.. coba aja kamu ganti media pake kata apapun. Hasilnya… hahaha… bisa aja "Don't hate the MONKEY, BE the MONKEY!" or "Don't hate the mathematic, BE the mathematic!" nerd abizz...

Yang susah tuh komitmen kita ke prakteknya.. ini dia penyakit kambuhan manusia. Selain manusia jangan iri ya… bakalan susah buat jaman sekarang berharap banyak ama temen sekedar temen curhat, temen maen, pacar gaul, kalo gaptek urusan yang satu ini. Komunitas maya udah banyak muncul di internet, anak-anak punk udah pada bikin distro+recording+label sendiri, MAFIN (mahluk film indie) pada bikin jaringan, pernah denger media alternatif? Semua rata2 udah pada berjaringan yang ga kalah keren ama bang Osama bin Laden dedengkot jaringan teroris (versinya AmeriKKKa neh) ngerti Mocca,ten2five,S.I.D,trolley,ripple,outmagz,sanggar anak Akar or komunitas Pena,sekolah semesta,.. i’LL MEET YoU ToMoRRoW On the FRoNtliNE

PERHATIAN:
Jika sampai pada soal perubahan,
banyak orang cenderung berkata dalam hatinya:
"perubahan perlu, segala sesuatu harus berubah, kecuali saya".
- andrias harefa


dibikin di Wisma NottingHill Karangwangkal (kost temen) yang bikin aslinya dhamar sasongko diambil dari pengalaman sendiri ama artikel yang nyebar di internet.sori ga pake coreldraw jadi ga ada gambarnya.. rencana ini buat MABIM PMKRI angkatan XXII tanggal bikin ini 06 Januari 2004.pengen ngobrol: spirit_garden2003@yahoo.com or +628562576034 or mangunjaya (klo belom pindah) jadi volunter di kantongbudaya dan Learning Institute…musik-film-sastra-grafis-media-suka bush-koruptor-sutiyoso-stalin-hitler-soeharto-sok tau-ngga suka

03 March 2007

Apolitical Intellectuals


One day
the apolitical
intellectuals
of my country
will be interrogated
by the simplest
of our people.

They will be asked
what they did
when their nation died out
slowly,
like a sweet fire
small and alone.

No one will ask them
about their dress,
their long siestas
after lunch,
no one will want to know
about their sterile combats
with "the idea
of the nothing"
no one will care about
their higher financial learning.

They won't be questioned
on Greek mythology,
or regarding their self-disgust
when someone within them
begins to die
the coward's death.

They'll be asked nothing
about their absurd
justifications,
born in the shadow
of the total life.

On that day
the simple men will come.

Those who had no place
in the books and poems
of the apolitical intellectuals,
but daily delivered
their bread and milk,
their tortillas and eggs,
those who drove their cars,
who cared for their dogs and gardens
and worked for them,
and they'll ask:
"What did you do when the poor
suffered, when tenderness
and life
burned out of them?"

Apolitical intellectuals
of my sweet country,
you will not be able to answer.

A vulture of silence
will eat your gut.

Your own misery
will pick at your soul.

And you will be mute in your shame.

--Otto Rene Castillo