31 January 2007

Senin, 30 Oktober 2006

12:41:18

panas terik. microphone anthem dari saint loco menghentak. oktober tinggal sehari.
---dha :)


17:20:49

haiya, seharian ga beranjak dari kotak pandora. ga tau jalan keluar atau emang betah jadi katak dalam tempurung? entahlah. sore ini masih juga kering berdebu.

beruntung angin sedikit basah agak mengurangi panasnya hari. minum kopi dingin plus rokok sebatang lumayan buat teman ngobrol sambil dengerin naif. aku tertarik dengan pertanyaan Bongki (sang pengelana) barusan. kebingungan tentang hari esok. kebingungan soal apa yang akan terjadi kemudian dengan Indonesia. adakah harapan? benarkah ada keterbukaan? rasa2nya semakin kabur, semakin tidak jelas. bermimpi satu-satunya kemerdekaan yang tersisa. btw, mikirin hal gitu mah ga ada habis2nya.. dari dulu kata O'harra nothing new under the sun... so daripada capek mikir yang entah kemana juntrungannya, let them free aja deh... sekali2 bolehlah. buat sekarang bagiku yang lebih penting hadapi hidup dengan jujur. jujur pada diri sendiri. kata orang itu yang paling sulit. yap, karena jujur cuma ada dalam mimpi. tapi tidak, bagi orang yang punya mimpi. aku masih yakin, jujur itu enak.

bisa ngetawain diri sendiri, bisa nyalahain diri sendiri, bisa punya rahasia... haha....
---dha :)

19 January 2007

uang bukan segalanya...

11:10:49
pusing neh.. ga punya duit. kayaknya seh masalah yang satu ini udah jadi masalah bawaan manusia modern. konon katanya, dulu ngga pernah orang menyoal masalah duit segini rumit kayak sekarang. entah sejak kapan duit jadi ukuran, yang pasti keberadaannya seakan sudah melekat pada entitas manusia. bedain deh ama mahluk ciptaan Tuhan yang lain plus alien-alien (kalo bener2 ada). ciri utamanya sekarang bukan lagi soal logika-otak-pikiran... yang jelas "duit".
bisa jadi ini cuma sampah pikiran usang... so what? boleh bertaruh deh.. lo mesti ngga jujur kalo ditanya soal duit. privasi katanya. orang baru jujur perkara duit kalo lagi ada maunya. contohnya, pas mo ngutang atau kepentok tagihan. nah lho, bener ga tuh?
anehnya bahkan duit yang ga seberapa bisa jadi perkara "bunuh-bunuhan" segala. contohnya, pas ditarik tagihan parkir. jujur aja deh.. kenapa kalo parkir di mall ga pernah protes ditarik rada mahal dikit ketimbang parkir di depan warteg. konon orang modern suka mbayar lebih di tempat yang dirasa punya nilai prestise tinggi ketimbang tempat yang "slump". seringkali gerundelan nongol gara2 harga rames yang naek di warung pinggir jalan. padahal dihitung2 ga masuk akal juga kalo warung super sederhana dengan harga jual di bawah rata2 masih harus nanggung subsidi buat pelanggan bon setia. naek dikit diprotes. giliran pada kongkow di mall super dupper yummy, ga pernah ada yang protes tuh kalo ada "penyesuaian" harga. kembalian dikasih permen juga ga protes tuh...
tapi sekarang ga orang primitif ga orang modern sama aja.. kalo bisa yang murah kenapa cari yang mahal. all about money..lagunya meja. yap, kadang pengen tau apa sebenarnya pikiran orang yang pertama kali nemu duit. maksudnya yang pertama punya ide duit jadi alat ukuran hidup. bisa jadi dulunya ga sekacau sekarang kali ya... bahkan apapun bisa djadiin duit. yang pasti dijual lantas duitnya buat beli. entah kapan dijual lagi buat beli apa lagi. dst-nya dst-nya... walah...

---dha :)

no justice.. no peace!


don't you know they're talking about a revolution
it sounds like a whisper
[tracy chapman]
...
di tahun 1890, seorang petani Blora, Soerantiko alias Kyai Samin meretas jalan keadilan bersama komunitas lokalnya sebagai perlawanan terhadap kolonial Belanda. tidak dengan hal yang lazimnya dilakukan pada masa itu --pemberontakan bersenjata--, ajaran Kyai Samin didasarkan atas hak milik kolektif dan cara pengolahan tanah secara kolektif, dan gotong royong, dilengkapi dengan aturan pembagian hasil menurut keperluan dan keadilan; ditambah pula dengan adanya disiplin moral yang melarang orang mencuri, membohong, berbuat serong dan sebagainya. sebagai penjelmaan yang anarkistis, aliran Samin, disebut demikian menurut nama pendiri daripada ajaran kudus yang utopis di Jawa Tengah, yaitu Kyai Samin, yang berdasarkan persamaan diantara semua-manusia dan hak milik komunal atas tanah serta hasilnya - menolak untuk mengakui adanya sesuatu kekuasaan atau kewajiban-kewajiban sosial seperti pajak yang berupa uang ataupun kerja. asumsi kolektif yang dikenal dengan ajaran Samin ini setidaknya mau menunjukkan bahwa manusia memiliki pikiran akan kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan, serta imajinasi kolektif.
bila 900 tahun sebelumnya, masyarakat Jawa, seperti digambarkan oleh Ki Dalang tentang adanya kerajaan Dorowati, "panjang punjung, panjang pocapane, punjung kewibawane". situasi perekonomiannya "hapasir hawukir ngadep segara kang bebandaran, hanengenake pasabinan. bebek ayam rajakaya, enjang medal ing pangonan, surup bali ing kandange dewe-dewe. wong kang lumaku dagang rinten dalu tan wonten pedote, labet saking tan wonten sangsayaning margi". susunan masyarakatnya "tata tentrem, kerta raharja, gemah ripah, loh jinawi". hendak membuktikan bahwa cita-cita Negara dan masyarakat adil dan makmur, yaitu masyarakat sosialis sudah beratusan tahun menjadi milik dan idam-idaman Rakyat Indonesia. imajinasi kolektif inilah yang menjadi ruh dalam perjuangan meretas jalan keadilan hingga hari ini di belahan dunia manapun.
slogan revolusi Perancis yang legendaris --liberte, egalite, fraternite-- mengokohkan ideal-ideal yang mungkin bisa dicapai manusia sebagai mahluk berdaulat. dalam praktiknya, kebebasan itu sendiri, mengalami kontradiksi ketika optimalisasi atas kebebasan seseorang mau tak mau dibatasi oleh optimalisasi kebebasan orang lain, begitupun sebaliknya. inilah kontradiksi kebebasan yang bersifat prosedural, dan ini terjadi dengan asumsi bahwa kemampuan setiap orang setara. mekanisme pembatasan kebebasan yang prosedural ini berlaku secara adil --fair. keadilan sebagai fairness, menurut John Rawls, mengasumsikan adanya keadaan awal core leaders sebuah komunitas yang terdiri dari orang-orang --rasional, bermoral, tidak mementingkan diri sendiri, dan bahkan tidak tahu apa keuntungan-keuntungan yang diperoleh pihak tertentu atas lahirnya sebuah kesepakatan bersama-- yang menyusun aturan main dalam komunitas tersebut.
ketika "kebebasan di antara yang setara" itu dibatalkan dengan "kebebasan di antara yang tidak setara", maka sejak awal mula problemnya bukan pada kebebasan itu sendiri, melainkan pada soal ketidaksetaraan. rupanya rentangan hukum pasar untuk mengatur semua relasi kehidupan, mulai dari urusan politik, budaya, kesehatan, pendidikan, agama, dan bahkan hari ini penanganan bencana, menghilangkan bukan saja imajinasi kolektif kita, bahkan kehilangan kolektivitas itu sendiri.

-- dha ;p