17 May 2007

Taman Bacaan Masyarakat Catatan yang tertinggal namun patut untuk disimak.

Perjuangan Membangun Budaya Membaca dan Menulis

Oleh : Virgina Veryastuti

Negeri ini semakin terpuruk setiap harinya, ketika semua yang diinginkan dapat diraih dengan mudah alias serba instant, masyarakat tak lagi menyukai sebuah proses yang membutuhkan waktu lebih lama. Mulai dari pemrosesan makanan hingga budaya belajar dapat dilakukan secara instant. Membuat generasi muda tak lagi mau belajar apalagi membaca, sebuah ancaman serius bagi masa depan sebuah bangsa.
Jakarta (21/2) Dalam sebuah acara diskusi pengantar literasi yang bertajuk : Pengalaman Komunitas Basis Membangun Budaya Membaca dan Menulis Berbasis Perpustakaan bertempat di Perpustakaan Diknas, Siti Nuraini ketua harian Family Education Series (FEDus) mengungkapkan bahwa "Wajah anak bangsa saat ini begitu mengkhawatirkan, menurut data diknas tahun 2004-2005, sekitar setengah dari 85 juta jumlah anak Indonesia tidak bersekolah. Dan peringkat pendidikan menurut Human Deviasi Index termasuk dalam nomor urut 112 dari 157 negara dan anak-anak tidak memiliki pemahaman apa yang mereka baca" .

Hampir seluruh anak-anak saat ini memiliki sifat senang membentak,
mampu melawan, menyukai hal-hal instant, tidak peduli terhadap orang
lain dan yang mencemaskan adalah mereka tidak menyukai sebuah proses.
Hal ini disebabkan karena banyak orang tua yang juga suka membentak di rumah, dan sebagian besar dari orang tua tersebut mempunyai anak usia 7 tahun. Usia dimana anak-anak mulai belajar untuk mengikuti kebiasaan yang mereka pelajari dilingkungannya.

"Oleh karena hal tersebut diatas dibutuhkan orangtua yang smart, orangtua yang mampu bertindak sebagai guru yang cerdas, teman yang mengetahui perkembangan lingkungan, pemimpin di rumah dan orang tua yang konsisten dan disiplin. Hal ini diperlukan agar anak dapat memiliki bekal yang baik bagi masa depannya." jelas ibu Nur lebih lanjut.

Fakta-fakta tersebut menjadi salah satu pendorong timbulnya perpustakaan- perpustakaan atau taman-taman baca masyarakat berbasis komunitas. Sebuah upaya menyelamatkan bangsa dengan meningkatkan budaya membaca dan menulis untuk anak-anak yang dilakukan oleh orang-orang yang peduli akan masa depan bangsa ini.

Gunawan Julianto, sebagai salah seorang penggerak Rumah Pelangi dari Dusun Kadirejo, Muntilan, Jogjakarta, melakukan beragam aktifitas untuk anak-anak di daerahnya. Kegiatan mulai dari membaca, menulis, observasi, membuat peta lingkungan hingga kreativitas yang sangat diminati oleh anak-anak disana.

Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Soimah dari Taman Baca Mutiara Ilmu. Dua tahun lalu, ia membangun taman baca di tempat tinggalnya didaerah Bekasi dengan biaya sendiri. Tempat tinggal yang luasnya terbatas bukan halangan baginya untuk memberikan sarana bagi anak untuk membaca dan berkreatifitas, dengan tenda sederhana di depan rumah dan beberapa kursi plastik menjadikan kegiatan membaca lebih asyik dan menyenangkan.

Muak dengan keadaan saat ini, pembudayaan doktrinisasi orang tua yang membatasi anak untuk melakukan hal-hal yang diinginkan, menjadi salah satu alasan untuk membuat taman baca dalam bentuk sanggar di lingkungan perkampungan 'grass root' dilakukan oleh Robi Maulana dan teman-temannya dari Sanggar Belajar Miskin Kota.

Kondisi masyarakat yang susah untuk mencari makan bagi keluarganya sendiri, menjadi salah satu penyebab utama mengapa budaya baca/belajar di tingkatan "Grass Root" sulit dilakukan. Para orangtua lebih mementingkan anak dapat membantu mereka mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari daripada belajar dan membaca. Bersama teman-temannya, Robi dengan sabar mengajak dan mendekati para orangtua untuk terus meminimalisir anak-anak yang turun kembali ke jalan mengajak mereka untuk membaca dan belajar di sanggar, sehingga cita-cita mereka agar jangan ada anak kecil di jalanan menjadi kenyataan.

Saat ini, Sanggar Belajar Miskin Kota tak hanya sebagai tempat untuk belajar namun juga berkembang sebagai tempat pengaduan dari para orang tua yang anaknya belajar di sanggar tersebut. Kesulitan-kesulitan mengenai ketidakmampuan orangtua untuk membiayai pendidikan anaknya membuat Robi dan teman-temannya membuat tim advokasi pendidikan yang bertugas untuk menangani masalah-masalah seperti ini. Sudah puluhan anak-anak miskin kota yang terbantukan dengan adanya tim advokasi ini.

Tidak hanya belajar membaca dan menulis, mereka juga berkesenian. Pembuatan street performance untuk masyarakat yang dilakukan di daerah perkampungan menjadi salah satu ajang menarik tersendiri bagi masyarakat. Menurut Robi, berkesenian tidak hanya untuk masyarakat tertentu, masyarakat miskin pun berhak untuk berkesenian.

Bapak Ganda Purnama, seorang bapak yang mengawali taman bacanya dari sebuah keprihatinannya di tahun 2001 ketika beliau sering menemui anak-anak penggembala kambing di dekat perumahannya sedang berebut majalah hingga berkelahi. Peristiwa tersebut menjadikan titik awal beliau terjun ke dunia taman bacaan. Mencoba mengenal masyarakat sekitarnya lebih baik, meminjamkan buku anak-anaknya kepada mereka menjadi satu triger untuk mencerdaskan dan memberikan wawasan yang luas untuk masyarakat sekitarnya yang ternyata hampir 99% tidak mengetahui tanggal lahir anak-anak mereka.

Akhirnya dengan didukung oleh keluarga dan masyarakat setempat, pak Ganda bekerjasama dengan Wacana berhasil mendirikan sebuah taman baca bernama Perahu Baca. Sebuah perahu yang berlayar di lautan ilmu dan menjadi wadah bagi orang-orang yang berlayar dalam perahu tersebut itu untuk terus menggali dan mencari ilmu.

Keinginan dan cita-cita yang luhur tanpa pamrih dalam mencerdaskan
anak bangsa ternyata bukanlah hal yang mudah dan tanpa halangan. Para pembicara dalam diskusi tersebut semuanya memiliki banyak tantangan dan benturan dengan masyarakat sekitar dimana mereka mencoba membuat taman baca untuk anak-anak. Mulai dari sindiran yang berhubungan dengan pribadi hingga tuduhan menjadi misionaris atau unsur-unsur sara lainnya adalah tantangan-tantangan yang harus mereka lalui. Ancaman baik melalui sms atau secara langsung pun kerap mereka dapati. Melakukan hal-hal baik untuk masyarakat tak selamanya mudah.

Beruntung mereka bukanlah orang-orang yang pantang menyerah, orang-orang terpilih yang mempunyai semangat dan pengabdian tinggi untuk masyarakat. Pahlawan sebenarnya yang tak pernah terucapkan dalam pidato-pidato kenegaraan.

"Salah satu cara yang saya lakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan mendekati masyarakat dengan cara bersahabat, mengenal mereka dengan lebih baik, bahkan saya tidak jarang sampai menginap dirumah masyarakat hanya untuk lebih mengenal mereka dan kebiasaan-kebiasaan nya" Ujar pak Ganda mengenai kiatnya mengatasi rintangan-rintangan tersebut.

"Bergandengan tangan, tetap konsisten, dan membuka wawasan adalah sebuah proses yang harus dilakukan dalam pendirian taman baca" Ibu Nur menambahkan.

Pembuatan Taman Bacaan Masyarakat oleh sebuah komunitas maupun perseorangan berbasis perpustakaan adalah sebuah perjuangan panjang dalam upaya membangun budaya membaca dan menulis di masyarakat.
Sebelum menjadikannya sebuah budaya, banyak tahapan-tahapan perjuangan yang harus dilalui, mengenalkan pentingnya membaca kepada masyarakat, membuat masyarakat untuk mencintai bacaan, membuka wawasan hingga menjadikannya sebuah budaya yang melekat erat dalam masyarakat. Sebuah perjuangan panjang merubah budaya 'pembodohan' dalam masyarakat saat ini.

Kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Indonesia Membaca dan dihadiri oleh berbagai macam komunitas dan taman bacaan masyarakat ini memang menjadi sebuah ajang berbagi pengalaman dan pengetahuan bagi semua orang yang memiliki keinginan yang sama. Keinginan untuk membuat taman bacaan atau hal-hal sejenis lainnya agar bangsa ini menjadi lebih baik.

Semua orang adalah guru dan semua tempat adalah tempat belajar, sebuah kutipan yang dipegang teguh oleh sanggar Belajar Rakyat Miskin Kota ini agaknya bisa dipegang oleh semuanya. Dengan berbagi ilmu dan pengalaman kita bisa menjadi guru bagi satu sama lain dan tempat dimanapun kita berbagi adalah tempat kita untuk belajar. Tetap semangat! [v]

2 comments:

Socrates Rudy Sirait, PhD said...

Salam kenal...
Blog anda memberikan inspirasi bagi saya.
Tetap Semangat!!

Anonymous said...

tau penulisnya ya? si evie...