18 December 2006

drama persembahan dini hari [04]

Empat [04]


Episode terakhir dari Drama Persembahan Dini Hari ku lunaskan hari ini.. setelah lelah penat lunglai selimuti tubuh letih ini… sekedar ucap kata “SELAMAT TINGGAL KAWAN..” rasanya cukup pantas, bila tidak mau dikatakan plin-plan dalam mengambil keputusan hidup. Yap.. setelah sekian tempo sudah ku dihadapkan dengan kata “tunda..”… MAAF, ATAS NAMA PENGALAMAN.. ku beranikan diri untuk beranjak-beringsut-bertekad tanpa harus menoleh ke belakang.. kita harus sudahi semua peran yang sudah kita lakoni, kawan. Skenario baru sudah menanti untuk segera dimainkan, peran baru sudah tidak mungkin lagi ditunda barang sejenak.. kita ngga’ bisa lagi se-subyektif dulu, bung!





Semula aku masih percaya diri untuk meneruskan perjalanan di sini.. tapi tidak untuk hari ini, sekali-kali tidak, setelah begitu banyak serpih-serpih momen yang ku hela dengan nafas panjang. Ngga’ ada intervensi, ngga’ ada paksaan.. semua berlaku wajar saja. aku jenuh dengan rutinitas perubahan yang terjadi di sini… itu saja titik.


Tidak ada yang salah… bagiku semua berjalan wajar. Dan memang itulah realita sesungguhnya panggung drama kita di sini. Jadi tunggu apalagi.. aku yang menyingkir atau berdamai dengan realita semu.. sekali lagi, sayangnya aku lebih memilih yang paling menyakitkan.. karena dengan sakit ku aku bisa lebih merdeka, bebas dan terbuka dengan realita, bung!





BIKIN HIDUP LEBIH HIDUP… bagus juga tuh, aku sepakat. Kesabaran seperti matahari dan kesetiaan adalah rembulan… perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. MUNAFIK bisa jadi topeng berikutnya dan akhirnya SEKALI BERARTI SESUDAH ITU MATI…kasihan sekali!


[monolog selesai……]





TAMAT


Dirampungkan di Purwokerto, medio Juli 2002 pk.01:23:45 wib

drama persembahan dini hari [03]


Tiga [03]


Pertemuan kembali dengan teman lama kadang bisa menguatkan ingatan kita. Apalagi banyak memori yang melekat dalam peristiwa-peristiwa ketika masih berjalan, berproses dan bertumbuh kembang bersama… canda-tawa, tangis-sedih, ceria-gembira, kesal-sakit hati..berbaur dengan kilas balik cerita panjang kehidupan lama kita. Dari banyak pengalaman yang tersaji..sebuah pertemuan kembali membawa kesan yang begitu dalam. Rasanya lebih indah kalau pertemuan itu sesekali tidak berhenti pada satu kali pertemuan…pastinya ada banyak yang ingin diceritakan kepada dia atau mereka yang lama berpisah dengan kita.


Sebuah pengalaman menarik ku alami yang rupanya juga dialami oleh kawan-kawan di sini… setelah kurun waktu setahun lamanya aku sama sekali tak dengar kabar berita tentang seseorang yang pernah bergulat bersama menjalin relasi yang cukup intim…tiba-tiba hadir di depan mata. Kaget, heran..lho, kok bisa? Selanjutnya adalah percakapan singkat tanya sana-sini tentang kabar terakhir…dan satu hal ada yang berubah memang… secara fisik iya, diam sejenak adalah berikutnya.. habis setahun bung! Undangan singkat untuk datang ke rumah pun jadi pesan berikutnya. Banyak yang sebenarnya ingin ku obrolkan bersamanya..berhubung terbatasnya ruang dan waktu ku tunda untuk pertemuan selanjutnya sembari berharap bisa menikmati hal ini cukup lama. Lucunya, ketika ini kusuarakan kepada salah seorang kawan, kebetulan dia lebih lama mengenal kawan ku yang kuceritakan tadi, semakin banyak cerita masa lalu yang terungkap. Mulai dari kisah cintanya hingga masa-masa menjelang perpisahan yang cukup mengharukan…dua tiga hari ngga’ cukup untuk mengobati kerinduan yang begitu dalam untuk segera bertemu muka dengan dia.


Aku teringat pada kata-kata yang tertera di sebuah surat kawan ku…



The old friends is gold..


The new one is silver…


but you are the friends I will cherish



Singkatnya, sebuah pertemuan kembali entah secara langsung maupun hanya lewat tulisan, foto album, telpon atau yang lebih modern via e-mail atau short message services (sms) selalu membawa ingatan masa lalu yang indah bahkan yang traumatik sekalipun. Begitu berharganya komunikasi singkat dengan relasi lama terkadang harus dibayar mahal dengan realita bahwa kita ngga’ akan selamanya bersama. Kawan kita semasa kecil, kawan kita selama sekolah hingga kawan kita selama memasuki usia dewasa tidak sedikit menyita perhatian dalam keseharian. Selalu ada pertanyaan, bagaimana kabar dia di sana… apa masih seperti dulu, dan kadang kita begitu egoisnya sampai-sampai perubahan sekecil apapun selalu jadi pertanyaan besar. Lho kok kamu ngga’ kayak dulu sih?


Aku kembali cuma bisa tersenyum, kadang pahit, ketika harus dalam kondisi kesendirian… di tempat yang baru, di komunitas yang baru, di waktu yang baru… itulah yang membuatku selalu merasa berat untuk hadir dalam setiap seremonial pelepasan atau perpisahan atau apapun namanya. Tanpa harus masuk dalam keharu-biruan, cerita sedih dan cenderung cengeng.. aku lebih memilih jalan biarkan aja semua mengalir… buat apa ditambah-tambahi… nanti malah bikin kita ngga’ bisa menerima kenyataan bahwa kita harus pergi meninggalkan semua yang pernah berproses bersama. Bisa dibayangkan betapa protektifnya orang tua kita kalau selalu takut akan kepergian anaknya keluar bahkan sekedar sejenak saja dari rumah. Dan itulah mengapa budaya Jawa sebagai contoh, menyediakan ruang privat bagi pertemuan dan perpisahan via sungkeman. Artinya, lepas dari sekedar seremonialnya, sungkeman atau dalam budaya Barat hug and kiss, menemukan momentum privatnya sebagai bentuk komunikasi terintim yang pernah ada di boemimanusia ini. Selain jabat erat dan salam yang selalu menjadi kata kunci pertemuan kita sehari-hari.


Maka hargailah setiap pertemuan dan hubungan relasi yang ada…untuk tidak sekedar menjadi catatan lepas tak berbekas. Sekecil apapun pengalaman privat yang kita alami bersama orang lain termasuk orang terdekat selayaknya ditempatkan pada ruang yang bebas…bebas dari segala tafsir dan intervensi subyektif tentangnya. Toh, nantinya seluruh pengalaman privat tersebut bisa jadi hiburan tersendiri kelak setelah usia merambat seiring memutihnya helai rambut di kepala. Bayangkan bagaimana rasanya orang yang ditinggalkan kerabat dekatnya karena sebuah kematian.. butuh berapa lama untuk menerima kenyataan yang biasanya dibilang pahit oleh orang yang merasakan…


Ku pikir kita ngga’ melulu terjebak dalam kesedihan..jika kita yakin bahwa ALAM PUNYA JALANNYA SENDIRI..untuk hal-hal semacam tadi.



SELAMAT DATANG DI BOEMIMANUSIA DAN AKU PUN HARUS PERGI…, KAWAN !!!

drama persembahan dini hari [02]


Doewa [02]


Ku mulai semua ini dengan lembar surat yang ku kirimkan sebagai balasan surat mu sebelumnya…


Dan sebuah cerita pun beranjak mula dari sini………





Subject: Re: semua berpulang pada hari ini...


Date sent: Fri, 12 Jul 2002 03:58:28 +0700





semoga benar aku menjumpai seorang kawan...


...


kedatangan ku di kota mu..dengan terpaksa ku tunda hingga minggu depan. hari ini, Jum'at jam 15.00 arek-arek teater DUKCEK (e-mail nya :
belajar_bersama@sekaligus.com) kumpul dilanjut jam 18.00 berlatih koor bersama Rudi.


kepulangan mu banyak meninggalkan pertanyaan.. bagiku itu biasa dan sangat wajar. hanya harus kau akui.. kita jalani saja kemarau yg panjang ini... menyisakan pertanyaan besar yang harus kau jawab sendiri, utamanya pada seorang kawan mu yang mungkin sekali menantang bicara pada mu. resiko mu, bung... hal yang sama ku alami dengan berita hari ini: "Aku harus pergi..."


bincang-bincang di alun-alun selatan? oke juga... kabar pasti ku kirim hari senen.. sebelum ku berubah pikir untuk secepatnya pergi dari kota tempat ku bergulat paksa dengan realita..


...


kau masih percaya privasi? bisa jadi privasi paling sempurna adalah MIMPI - ANGAN - HARAPAN - KEINGINAN yang selalu ideal seturut subyektivitas "aku"... selebihnya kumpulan normatif dan ide-ide utopis kebebasan individu. ku pikir RAHASIA justru tidak lagi jadi jaminan sebuah privasi. manusia... bung!


bandingkan dengan hewan atau mahluk hidup lain di luar manusia... LEBIH JUJUR MANA? otak kita penuh dijejali konsep+ide tentang keterbukaan dan kebebasan individu tanpa tahu didalamnya bom waktu sedia dan siap menghunus pedangnya untuk sekedar membuai kita atas nama KEBEBASAN INDIVIDU (apa bedanya INDIVIDU dengan PRIVAT?) artinya, aku sudah tidak percaya lagi apapun tentang Privasi dan segala macamnya... JIKA sekali lagi kalau pada kenyataannya : PRIVASI = KANTONG PERSEMBUNYIAN. maksudku... kita ngga' berani membuka diri bahwa inilah AKU tanpa baju, tanpa takut ditinggalkan kawan, tanpa takut kehilangan... sementara PRIVASI = KOMODITAS GAUL juga menyergap sebagian dari kawan kita. tuh khan... percaya ama tatanan kacau gini... budayanya ya, gitu itu!!





lantas apa yang mo' ku sampaikan ya simple aja... like or dislike apapun yang udah terjadi kemaren... ya bukan barang privat lagi donk... alias itu udah lewat, kenapa harus ditutupi.. meanwhile... apa yang terjadi saat ini ya, itulah AKU saat ini... JUJUR aja pada diri sendiri. manusia emang belum bisa berubah... pesimis..? ngga' ah, realistis aja. let there be life...!!


MUTUNG? childish banget... btw, natural bukan berarti gampang dibohongi lho ya.... INGAT !


lengkapnya cerita ku.. nanti via e-mail ku.. salam buat manusia di kota mu...(yang bukan manusia... boleh juga kau sapa)





/ d h a -- <
fight4freedom@altavista.co.uk>





jangan jadi orang kedua setelah dirimu sendiri...





Namanya juga manusia.. sekedar apologi mungkin, kita emang sering memaklumkan sebuah pembenaran atas apa yang kita lakukan. Dan ku pikir itu alamiah, walaupun menyakitkan. Aku ada pengalaman menarik dan bisa jadi ini kita jadikan diskusi bersama yang saling menguatkan…


Sore ini komunitas teater dukcek jadi melaksanakan perhelatannya untuk sekedar berbincang dan berproses bersama, yang datang kalo mo’ disebut ya.. inoe, mekar, ine, tari, catur, manda, icak, rudi, asti, budi, blendonk, bowie, lita dan aku sendiri…


Hanya sedikit bicara serius yang intinya kita emang sepakat bikin jadwal latihan tiap kamis sore. Dan untuk permulaan ada beberapa naskah yang akan kita cobakan untuk berlatih..sekaligus memperdalamnya via modul workshop teater dari inoe sendiri.. SEMANGAT, itu yang jadi spirit awal kawan-kawan disini untuk lebih maju. Aku salut pada inoe + his fame. Ada secercah harap dari perbincangan tadi sore… terutama aku tertarik pada kepolosan tari yang berkeinginan untuk masuk isi jokja jurusan teater. Lepas dari perbincangan ringan sore itu… aku dan asti masuk ke kamar kerja sekre mudika untuk sekedar obrol ringan semi serius dan membaca beberapa e-mail yang masuk ke folder kita… sembari membuka lembar surat yang dikirimkan oleh malaikat kita dari semarang (nanti akan kutunjukkan pada mu di kotamu)… “ ternyata dia belum bisa merubah sikap ya…” ujar asti padaku menanggapi surat thomas. Dan pertanyaan yang sama keluar juga pada akhirnya ketika membaca suratku untukmu… “kapan aku ke jokja..” asti bilang sudah banyak sebenarnya perubahan yang bisa kita alami sekarang… hanya saja ada beberapa bagian yang lepas, bagian yang sebenarnya bisa jadi mampu untuk lebih dari sekedar menguatkan gerak laju pertumbuhan kedewasaan kita bersama… ada kegetiran yang menyelinap dalam setiap komentarnya.. dan ini yang membuatku semakin mengerti kenapa hal yang sama aku rasakan ketika untuk beberapa saat aku menemani adiknya inoe dan icak… tiga hari aku bersama inoe berputar keliling purwokerto dan banyumas layaknya dua orang debt collector tagih sana-sini… ada banyak cerita yang terungkap sekaligus meyakinkan kami berdua bahwa untuk sekedar memulai sebuah proses butuh keluangan waktu dan kesabaran yang begitu besar menghadapi segala macam tafsir gerak dan lakon yang kami sandang saat ini. Aku merasakan pengalaman dejavu yang kesekian kalinya… saat inoe berbicara panjang lebar sembari berkonsentrasi di atas kendaraan roda dua yang menghantarku bersamanya menuju rumah dan toko tempat sasaran tagihan arisan..


Hal yang sama ku alami bersama asti sore tadi…


Sementara waktu terus menggelinding… kawan-kawan lain berlatih koor.. jule datang dengan sangat tergesa mendesakku untuk membuka folder e-mail yang menyangkut dirinya… lagi-lagi kecurigaan yang besar ada pada dirinya, sampai-sampai harus bolak-balik buka tutup e-mail yang ada.. takut ketauan orang lain yang tiba-tiba datang… hah, apalagi ini… sembari cerita yang terus mengalir tentang kekesalannya pada pengalaman privat yang dialaminya.. ada saja kejadian tak terduga yang muncul… kok, jadi paranoid gitu sih… intinya seakan privasi jadi hal yang sangat menggurita dihidupnya sampai-sampai harus butuh waktu khusus untuk sekedar mengungkap kekesalan karena beberapa hari ini dia ngalamin kebingungan…mulai dari kiriman e-mail aneh sampai pandangannya soal privasi dan relasi… “aku masih bisa mempercayaimu khan ya…” itu yang keluar dari mulutnya kesekian kali setelah semalam kemaren aku menghubunginya via telpon..


Kusempatkan juga untuk bicara tentang hal tadi ketika aku diminta tolong oleh eq.. beli roti bakar untuk kawan-kawan yang berlatih koor… dengan siapa…kau pastinya tidak akan pernah menyangka kalo dia itu kawan kita yang paling cuek bicara tentang hal semacam ini … kau kenal si peth khan…


Ternyata dia pun lebih dari sekedar tanggap atas apa yang terjadi selama ini bung!… ya, ada keasyikan tersendiri ternyata punya beberapa kawan yang cukup punya kegilaan.. ku katakan kegilaan karena kau juga pernah mengatakannya di warung mie ayam selepas kita berjumpa dengan oneng waktu yang silam. Sesekali boleh juga kok.. Dan, kita melepas segala kepenatan dan kegusaran dengan menghancurkan sekaligus seluruh ide dan pikiran kita tentang perubahan… sesekali pesimisme ternyata mampu sekedar menjadi candu yang melegakan…





ada banyak hal yang ingin ku ungkap dan pastinya akan banyak lembar percuma yang harus ku terakan dengan ketikan panjang tentang semua kegelisahan ini… hanya saja itu ngga’ cukup mengobati kerinduan ku yang teramat sangat untuk segera pergi dari kota kita yang tercinta dan melepas obrolan di kota mu.


Aku pasti ke sini (kota mu) secepatnya… setelah ku selesaikan urusan kampusku yang kulupakan dengan sengaja beberapa hari ini… kalo ngga’ ada aral sekitar hari selasa aku sudah bisa meluncur ke kotamu… jadi, ku tunggu kabar darimu tentang agenda minggu depan yang mungkin bisa jadi membutuhkan kehadiranmu…





manoesiapagi





ta’ lampirkan juga ini… coba kau perhatikan deh, Dan. Mestinya kau tau siapa yg mbuat…





“Katanya sudah besar, tapi kok……”


Itu khan hanya katanya . Kata orang orang yang bisanya cuma maido . Huh njengkelin. Kulakukan apa saja sesukaku, biar orang lain tambah maido. Biarin aje.


Ngga asyik… Ngga asyik…… Ngga asyik……


Biarin…..biarin……..biarin………. Biarin aje


Biarin orang mau bilang apa. Gue ya gue. Orang bisa kaget dengan aku yang seperti ini. Yah.. kita hidup dalam proses. Yah, hidup ini sebuah proses yang akan berakhir saat kita mati. tApi katanya, setelah maati itu ada hidup yang lainya lho!! Ah, itu hanya kepercayaan. Katanya hidup merupakan proyeksi dari apa yang aada dalam pikiran kita. Begitu juga dengan kepercayan yang kita percaya banget. Ah ngga mau mikir berat-berat ach. Ngga asyik.


Eh.. tiba-tiba banyak. Sttttt selingan.


Eh, aku sudah dewasaa apa belum si? Kayaknya, orang orang begitu melihat aku yang …. Seperti emmm. Rasaanya , saat aku bercermin dalam imajinasiku, aku adalah manusia yang masih jauh dari BAIK. Ihhhh jeleeeek banget.. aku seumur-umur nggak pernah merasa jadi baik. Tapi aku pernah merasa bahagia banget. Saat aku tahu ada orang lain yang melihat bahwa aku ada.


Wah tulisannya kok jadi ngglambyar ndak karuan . biarin..biarin..biarin. Cuek aja lagi. Lanjjjjuuuuuuuctttthhh.


Ach.. udah cape, udah malem lagi. Besok atau lain kesempatan disambung lagi.


Salam pembebasan



Wong kesasar



drama persembahan dini hari [01]

Satoe [01]


Aku hari ini kalah bertaruh… apa yang ku lihat berbeda dari yang ku pikirkan.   Ku pikir semua sudah buka mata – buka telinga – buka hati; eh.. ternyata salah besar…


Yang ku tangkap lewat telinga ku grenengan-grenengan.. gosip-gosip.. dan ucapan-ucapan agak berbau subversif… katakan sesuatu deh, pasti kita sendiri tertawa lebar melihat kenyataan di sini, di rumah kita sendiri.  


Aku ini sebenarnya siapa sih.. kok jadi misah-misuh di sini.  Lho, salah siapa.. wong ngga’ ada yang ngelarang kok.  Tapi aku khan orang luar.. ya, percuma donk?


Biarin aja.. toh selama ini pun emang ngga’ ada pengaruhnya khan.  Mo’ ambil jalan nyantai, serius..or super cuek ama keadaan? Bebas aja… namanya juga kumpulan gosip dan grenengan; ngga’ heran.. tradisinya emang disini terbiasa apa-apa ndadak, grusa-grusu, sradak-sruduk… ngapain munafik?  Paling banter siapa pun yang nyoba mbangun komunitas di sini siap-siap ambil ancang-ancang: ndablegh..atau mundur teratur!!!  Kasihan sekali….


sudahi dulu deh, berprasangka…(itu kalo masih mo’ sembuh!)  kurang kerjaan amat ngurusin gawean orang lain sementara bisanya cuma kritik, hah… penat amat. Tepatnya picik banget tuh orang… (jangan marah, bung!—kalo masih mo’ dianggep manusia..)  aku sih bisa aja sekarang mbongkar borok semua yang ada disini… cuma buat apa?  Wong nyatanya, dari yang paling punya legitimasi sampe pegiat kesiangan juga cuma bisa ngomong... ayo donk, konkritkan pikiran kalian.  Apa sih yang mbikin kalian merasa rugi? Paling khan pasarannya anjlog… buat apa umur tambah kalo cuma bisa jago kandang!!!  Pace..kata orang Banyumas, hah… wong Banyumas jarene cablaka, eh.. ngga’ taunya pecundang—pengecut--jago kandang--reyang thok—the LOOSER lah!!!!!


Ngga’ usah banyak komentar apalagi menghina…”Tong Kosong Nyaring Bunyinya” [Slank].  Yap.. bener juga tuh! Kita ngga’ pernah sedari awal menyiapkan segala sesuatunya dengan matang. Semua serba instan… tanpa “proses” dan berlindung di balik ‘proses’.  Kritik dibangun atas dasar like and dislike..wah, gimana tuh? Apa yang bisa kita ambil donk, kalo gitu-gitu aja?  Atau memang inilah jalan terbaik dari kesekian kali coba-coba tanpa evaluasi atas perjalanan panjang satu hari?


Semoga dan selalu hanya ada kata semoga… selebihnya ya cuma berharap dan berharap? Ah… sudahlah!


manoesiapagi

Budaya Materi [Antariksa]


Budaya Materi


Oleh Antariksa



Apa makna benda-benda bagi manusia? Baik dari sudut pandang masyarakat tradisional maupun masyarakat modern pertanyaan ini bisa dijawab dengan dua hal, yang merupakan pokok kajian budaya materi (budaya pemanfaatan benda-benda oleh manusia, bagaimana manusia berhubungan dengan benda).



pertama, benda-benda bisa diletakkan dalam perspektif fungsional saja. Dalam perspektif ini sebuah piring berfungsi sebagai wadah makanan, senjata berfungsi sebagai alat berburu dan mempertahankan diri terhadap serangan musuh, sepatu berfungsi sebagai pelindung kaki dsb. Fenomena peradagangan/ekonomi juga masih termasuk dalam perspektif ini. Yang kedua, benda-benda bisa juga diletakkan dalam perspektifnya sebagai totem, yaitu diasosiakan secara simbolik dengan sesuatu yang lain. Di sini benda-benda berperan sebagai pembawa maknamakna sosial tertentu. Cincin misalnya, yang tak terlalu penting dalam perspektif fungsional, dalam perspektif totem bisa bermakna kecantikan, kekayaan, atau ikatan kesetiaan dsb. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa benda-benda, seperti diteorisikan Mary Douglas (antropolog) dan Baron Isherwood (ekonom) (1979), mampu mengkongkretkan makna-makna sosial yang abstrak seperti kesetiaan, kepatuhan, dsb.



Menurut Douglas dan Isherwood konsumsi benda-benda yang terjadi dalam semua masyarakat adalah juga di luar perdagangan, ia selalu merupakan sebuah fenomena kebudayaan, selalu berkaitan dengan nilai-nilai, makna-makna, dan komunikasi. Benda-benda bukan hanya dipakai untuk melakukan sesuatu, melainkan juga punya makna dan bertindak sebagai tanda makna dalam hubungan sosial, selalu memamerkan seperangkat nilai tertentu. Hal ini juga berarti bahwa dalam sirkulasi benda-benda telah terjadi sebuah pertukaran simbolik.



Douglas dan Isherwood secara khusus menyelidiki upacara-upacara, baik dalam masyarakat tradisional maupun modern, yang menurut mereka berfungsi sebagai tempat untuk penciptaan makna benda-benda dengan cara memperlihatkan kegunannya dalam upacara. Karena upacara-upacara merupakan acuan klasifikasi seseorang dalam masyarakat, maka benda-benda secara langsung berperan sebagai sumber identitas sosial dan pembawa makna sosial.



Marshal Sahlins (1976) mengembangkan konsep totemisme ini untuk menyelidiki konsumsi bendab-enda dalam masyarakat modern. Menurutnya, jika masyarakat tradisional menggunakana benda-benda 'alamiah' (kayu, batu, tulang dsb.) sebagai totem, maka totem masyarakat modern adalah benda-benda buatan pabrik. Ia menunjukkan bagaimana sistem pakaian masyarakat modern bukan sekedar seperangkat objek materi untuk membuat hangat tubuh dsb., tetapi sebagai kode simbolik untuk mengkomunikasikan keanggotaan dalam suatu kelompok sosial (priawanita, kelas ataskelas bawah dsb.). Lewat pakaian masyarakat modern mengkomunikasikan keanggunan perempuan, keperkasaan lakilaki, dan kehalusan kelas bangsawan.



McCracken (1988) juga mengidentifikasi pemanfaatan benda-benda konsumen dalam ritual-ritual masyarakat kontemporer. Ia mengajukan beberapa ritual masyarakat kontemporer paling penting. Pertama, 'upacara pemberkatan', yang meliputi pengumpulan, pembersihan, perbandingan, dan pertunjukkan benda-benda.



Dekorasi kamar tidur dengan poster-poster. Upacara ini memungkinkan pemiliknya mengklaim hak atas makna sebuah objek di luar batas kepemilikan biasa. Ini merupakan cara mempersonalisasikan objek, cara memindahkan makna dari dunia individu kepada benda yang baru diperoleh. Ia mencontohkan upacara hadiah, misalnya pada hari ulang tahun, hari natal, atau hari kasih sayang. Pemilihan dan pemberian benda-benda konsumen oeh seseorang dan diberikan kepada orang lain merupakan sebuah perpindahan makna. Seringkali sebuah benda dipilih sebagai hadiah karena benda tersebut memiliki makna kepemilikan yang penuh yang ingin diberikan kepada orang lain. Misalnya, seorang perempuan yang menerima sebuah pakaian diundang untuk mendefinisikan dirinya menurut makna gayanya; pemberi bunga atau coklat mungkin meminta penerimanya untuk menunjukkan sifat kelembutan atau sifat yang manis. Dari perspketif ini, pemberian benda-benda pada suatu upacara (hari ulang tahu, hari raya dsb.) dapat dipandang sebagai sarana yang paling tepat dalam komunikasi antarpribadi atau pengaruh antarpribadi.



Budaya materi, dalam pandangan Marx, adalah objektifikasi kesadaran sosial. Ini berawal dari distingsi Marx antara produksi yang bermanfaat langsung bagi pembuatnya dengan produksi yang semata-mata untuk kepentingan pasar. Proses yang terakhir inilah yang disebut Marx benda sebagai komoditas. Meskipun tak mengalami bentuk-bentuk budaya materi modern, ia kemudian sampai pada konsep fetishisme komoditas yang menggambarkan penyembunyian cerita tentang siapa dan bagaimana sebuah objek dibuat.



Dalam fetishisme modern, kegunaan benda-benda didistorsi secara sistematis oleh pencarian keuntungan kapitalis. Dan jelas bahwa kebutuhan untuk mencari untung ini telah secara dramatis melahirkan benda-benda baru yang dijual hanya untuk memanipulasi konsumen.



Theodore W. Adorno (1974), penginterpretasi Marx dari Kelompok Frankfurt yang dihormati, mengintrodusir knsep nilai guna sekunder. Konsep ini menunjukkan fenomen konsumsi dalam masyarakat inddustri dimana melalui kemasan, promosi dan iklan, benda-benda dicocokkan dengan topeng-topeng yang didesain secara ekspresif untuk memanipulasi hubungan yang mungkin terjadi antara benda-benda pada satu sisi serta keinginginan, kebutuhan dan emosi manusia di sisi lain. Nilai guna sekunder berjalan begitu dominasi nilai tukar telah diatur untuk menghapus ingatan mengenai nilai guna murni benda-benda. Ini adalah dasar bagi estetika komoditas, dimana komoditas berperan bebas dalam asosiasi dan ilusi budaya yang sangat luas. Iklan secara khusus mampu mengeksploitasi kebebasan ini untuk menampilkan citra romantis, eksotik, kepuaasan, atau kehidupan yang baik dengan memperkenalkan barang-barang konsumen seperti sabun, mesin cuci, mobildan minuman beralkohol. Ini persis dengan yang dikatakan Douglas dan Isherwood tentang kemampuan benda-benda untuk mengkonkretkan maknamakna sosial yang abstrak, tetapi dalam hal ini Adorno mampu menunjukkan peran media massa modern dalam proses pengkongkretan ini.



Sejalan dengan langkah Adorno, Celia Lury (1996) menunjukkan bahwa kelemahan studi budaya materi seperti yang dilakukan Douglas dan Isherwood adalah bahwa mereka hanya memperlakukan benda-benda sebagai media nonverbal untuk kemampuan kreatif manusia. Mereka gagal untuk secara meyakinkan mengkaji isuisu mengenai kekuatan dan kontrol simbolik.



Arjun Appadurai (1986) mempercanggih metodologi Douglas dan Isherwood dengan secara langsung memusatkan kajiannya pada 'kehidupan sosial benda-benda'. Ia menyatakan bahwa benda-benda bukan hanya bersifat sosial dan budaya semata, melainkan benda-benda itu mempunyai kehidupan: bobot dan otoritas benda dapat dipaksakan dalam kehidupan manusia, karena memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keyakinan, memberi kewajiban, penampilan, dan kesenangan.



Walaupun dari sudut teoritis manusia sebagai pelaku menandai benda-benda dengan sebuah arti, namun dari sudut metodologis pergerakan bendalah yang meghiasi konteks sosial dan kemanusiaan mereka.



Secara agak mengejutkan, benda-benda dikajinya secara naratif, dituturkan sebagai kisah dengan sarana 'sejarah kehidupannya'. Pendeknya ia menelusuri narasi benda-benda dan jalur lintasannya: darimana benda berasal, siapa pembuatnya, apa gunanya, berapa 'umur' atau 'periode kehidupan' benda tersebut, apa ciriciri budaya untuknya, bagiamana kegunaan benda berubah sesuai umurnya dsb.



Contoh yang bagus untuk pendekatan model Appadurai ini adalah studi Dick Hebdige tentang "siklus skuter Itali" (1988). Hebdige menyelediki apa yang disebutnya dengan 'kepentingan budaya' sebuah objek. Kepentingan ini digali dengan menelusuri perubahan arah yang dialmpaui dalam sirkuasi benda-benda.



Strategi studinya adalah dengan mengikuti fluktuasi makna sosial skuter dan kemudian menarasikannya; Hebdige menunjukkan. bahwa skuter yang mula diasosiakan dengan status sosial yang rendah karena bentuknya yang mirip mainan anak-anak , kemudian melonjak menjadi objek yang dipuja karena diasosiakan dengan kenecisan dan modern pada awal '60an, dan kemudian status skuter yang sekarang adalah sebagai benda nostalgia. Pada awal peluncurannya, skuter didefinisikan sebagai 'perempuan', ia dianggap sebagai kendaraan lakilaki. Dan sebagai perempuan, skuter dihidupkan dalam harapan mengenai 'perkawinan'.



Pabrik-pabrik motor di Inggris, yang terkenal dengan 'kelelakiannya' kemudian dipaksa memproduksi skuter, sebuah kendaran yang lebih 'feminin' dan 'ramping'. Pada awal kemunculannya di Inggris, dengan dalih "referensi maskulinitas dan keperkasaan", skuter secara moral bahkan dicurigai sebagai anti etos kerja keras.



Tetapi kemudian 'perkawinan' antara sepeda motor dan skuter berlangsung juga.



Hebdige mencontohkan bahwa pada tahun '50-an skuter adalah ancaman terbesar bagi industri sepeda motor Inggris; dalam sebuah pameran 3 sepeda motor harus bersaing dengan 50 skuter. Skuter kemudian menjalani hidup baru setelah 'percerainnya' dengan sepeda motor. "Keitalian" sebuah skuter menjadi penting, dan kefisienan desainnya menjadi simbol objek masa depan. Keriangan kehidupan baru skuter ini kemudian berubah sejak pertemuannya dengan klub-klub pecinta skuter dan balap skuter. Pertemuan ini ini membawa skuter kepada identitas sebuah subkultur tertentu.



Dan di masa-masa akhir hidupnya, dengan hadirnya sekolah-sekolah desain produk modern, kesempurnaan desain skuter didramatisir dan menjadi ajang estetikasi kehidupan sehari-hari. Kejayaan skuter akhirnya benar-benar runtuh karena munculnya sepeda motor-sepeda motor kecil buatan Jepang, juga karena kewajiban memakai helm yang membuat naik skuter tak setrendi pada masa-masa sebelumnya.



Newsletter KUNCI No. 4, Maret 2000





8 Sebab Utama Memiliki Weblog

artikel menarik buat yang pengen punya pun yang sudah punya weblog...
moga2 bermanfaat

----------------------------------------------

8 Sebab Utama Memiliki Weblog

Kamu, yang biasa kesini dan sudah ngeblog mungkin ga perlu baca lagi tulisan dibawah ini. Tapi bermula dari pertanyaan salah satu temen gue, "Emang apa sih gunanya punya Blog?" maka mulailah timbul niat gue buat ngelist, emang apa sih gunanya punya Blog.

Mungkin kamu juga punya temen yang pengen kamu convert biar jadi seorang Blogger juga, maka kamu bisa cukup copy-paste "8 sebab utama" ini menjadi email dan mengirimkannya ke temen kamu. Atau tentu aja kamu bisa kirimin ke siapa aja yang kamu mau.

Dengan ini mudah-mudahan yang jadi Blogger tambah banyak dan dunia blog ini tambah rame hehehe.. :)

Buat kamu yang belum tahu atau baru dengar-dengar saja, Blog (kependekan dari Weblog) adalah jenis website (kebanyakan milik pribadi) yang sekarang sering kamu temukan di Internet dengan ciri khas cap waktu (time stamp) disetiap entry-nya, dimana sebuah entry baru (new update) berada di tempat teratas dan kemudian disusul oleh entry-entry/posting-posting sebelumnya.

Jika kamu tertarik dengan sejarah perkembangan dan uraian panjang tentang "Apa itu Blog?" maka kamu bisa melirik tulisan "Apa itu BLOG?" di http://enda.goblogmedia.com/apa-itu-blog.html. Sedang untuk kamu yang memerlukan panduan awal tentang bagaimana membuat Blog, kamu bisa coba ikuti panduan sederhana "Membuat Blog untuk orang biasa" di http://enda-aseli.tripod.com/panduan.html

Nah! Tapi buat kamu yang masih kurang yakin, "Apa saya perlu memiliki Blog? Apa gunanya?" maka dibawah ini kamu bisa temukan 8 Sebab Utama untuk memiliki sebuah Blog. :)

Sebab 1: Memiliki Blog adalah TANPA BIAYA
Walaupun ini alasan yang mungkin dangkal, tapi benar adanya. Jika kamu sudah tersambung pada Internet maka harga untuk memiliki sebuah Blog adalah gratis. Kamu bisa memiliki satu, dua, tiga atau sepuluh Blog dan semuanya bisa kamu miliki tanpa biaya.

Bagaimana mungkin? Mungkin, karena di Internet kamu akan menemukan layanan-layanan membuat Blog gratis yang disediakan oleh bermacam website. Contoh layanan Blog gratis adalah Blogger.com (http://www.blogger.com/). Dengan layanan ini, kamu bisa memiliki Blog hanya dalam hitungan menit dan gratis.

Pusing soal desain?, tidak perlu. Banyak layanan lain seperti Blogskins.com (http://www.blogskins.com/) yang menyediakan desain gratis yang kamu bisa gunakan. Butuh space penyimpanan file? Jangan bingung, ada layanan ruang file gratisan seperti Tripod.com (http://tripod.com/) dimana kamu bisa menempatkan file-file kamu.

Ingin Blog kamu lebih interaktif lagi, jangan kuatir ada pemberi fasilitas Guest Book (http://www.signmyguestbook.com//), fasilitas pemberi Komentar (http://www.haloscan.com/) atau fasilitas Tag Board yang bisa kamu gunakan di Internet.

Butuh bantuan dalam membuat Blog? Layangkan email ke komunitas Blogger (para pemilik Blog) di http://groups.yahoo.com/group/blogbugs dimana para Blogger siap membantu kamu.

Intinya, tidak ada resiko dalam memiliki Blog, tidak ada biaya yang kamu keluarkan, dan kamu tidak akan rugi. Memiliki Blog adalah gratis.

Sebab 2: Memiliki Blog adalah MUDAH
Membuat Blog adalah mudah. Contohnya, proses pembuatan Blog di Blogger.com hampir sama dengan proses pembuatan email gratisan di Yahoo! Mail atau di Hotmail. Yang perlu kamu lakukan adalah mengisi beberapa informasi tentang kamu, pilih desain yang kamu mau dan dalam waktu singkat kamu akan memiliki Blog kamu sendiri.

Untuk tahap pertama, kamu tidak perlu mengetahui tentang HTML, bahasa yang digunakan untuk membuat website (walau jika kamu tahu, maka ini akan membantu banyak), kamu tidak perlu piawai di bidang web desain, dan kamu bahkan tidak perlu tahu terlebih dahulu tentang pembuatan website, bahasa pemrograman dan lain-lain.

Yang kamu butuhkan adalah kemampuan dasar untuk mengerti bahasa inggris. Kemauan untuk mengikuti petunjuk dan bertanya serta niat besar untuk memiliki Blog. :) Dengan modal ini dijamin, dalam waktu singkat kamu sudah akan memiliki Blog kamu sendiri, karena membuat Blog itu sangatlah mudah.

Sebab 3: Blog cocok untuk SIAPA SAJA
Karena kesederhanaan konsepnya maka siapa saja cocok untuk memiliki Blog. Kamu mungkin seorang programer yang ingin menyimpan catatan-catatan dan link ke website-website tentang programming. Kamu mungkin seorang jurnalis dimana Blog kamu, kamu jadikan tempat menyimpan catatan liputan yang diedit oleh editor kamu. Kamu mungkin seorang calon penulis yang sedang berusaha mencari keunikan tulisan dan gaya kamu sendiri. Kamu mungkin seorang penyair, atlet, mahasiswa, sekretaris, pekerja kantoran, pengusaha. Blog cocok untuk siapa saja.

Blog bisa dijadikan website yang membahas tentang hal-hal yang kamu sukai saja. Jika kamu seorang penggemar fanatik Sepak Bola, maka Blog kamu bisa kamu didedikasikan untuk membahas sepak bola. Isinya bisa tentang jadwal pertandingan, berita sepak bola, artikel, link ke website-website sepak bola.

Jika kamu seorang Desainer, Blog bisa kamu jadikan tempat untuk menyimpan hasil-hasil desain sebagai portfolio kamu. Jika kamu tengah mencari pekerjaan, gunakan Blog untuk menyimpan resume kamu, setiap saat ada kamu mungkin ditemukan oleh orang yang berminat memberi kamu pekerjaan.

Jika kamu seorang ibu rumah tangga, Blog kamu bisa berupa catatan sehari-hari kamu. Daftar belanja. Hal-hal yang harus dilakukan, catatan hari ulang tahun keluarga, atau catatan harian perkembangan si kecil.

Dan Blog juga bisa kamu jadikan catatan pekerjaan kamu. Jika kamu bekerja dibidang finansial misalnya, setiap berita, artikel, atau website yang berhubungan dengan bidang kamu, bisa kamu masukkan di Blog kamu dan akan dengan sendirinya teratur rapih menuruti waktu dimana kamu mengupdatenya.

Blog cocok untuk wanita, laki-laki, cowok, cewek, anak SMA, mahasiswa, tua, muda. Blog cocok untuk siapa saja, karena kamu yang akan mengendalikan Blog kamu dan menjadikannya apa yang kamu mau.

Sebab 4: Blog memberikan kamu SENSE OF PURPOSE
Memiliki Blog memberikan kamu rasa memiliki tujuan. Ini sangat berguna terutama jika kita seringkali terjebak dengan rutinitas sehari-hari dan merasa seperti kehilangan arah dan tujuan.

Sifat alami dari Blog membuat kamu merasa perlu untuk mengisinya dengan entry-entry Blog yang baru, sehingga Blog tepat dijadikan selingan waktu luang yang tidak merepotkan, katakanlah proyek jangka pendek pribadi kamu.

Memiliki Blog membuat kamu memiliki sesuatu untuk "diurus" dan dipelihara. Sesuatu yang kamu jaga dan kamu lihat tumbuh. Saat kamu memilki Blog maka kamu akan sering menemukan diri kamu berpikir, apa yang akan saya tulis di Blog hari ini? Apa yang bisa saya tambahkan? Mungkin halamannya memerlukan desain baru atau mungkin ada teman kamu yang memberikan komentar pada entry Blog kamu yang terakhir. Kamu memberi Blog kamu makan dengan tulisan-tulisan kamu, dan biasanya tanpa terasa tibat-tiba kamu sudah merayakan 1 tahun kamu memiliki Blog.

Sebab 5: Memiliki Blog melatih kemampuan kita BERPIKIR
Ada ungkapan umum yang berkata, rencana bukanlah rencana jika masih ada di kepala. Rencana menjadi rencana ketika kamu menuliskannya.

Dengan memiliki Blog dan mengisinya dengan rutin maka kamu membiasakan diri untuk memformulasikan apa yang ingin kamu tulis. Dengan cara ini kamu melatih dan menjadi biasa untuk membangun struktur pemikiran kamu dengan baik agar orang lain mengerti apa yang ingin kamu sampaikan. Kamu berencana dan kamu menuangkannya dalam tulisan yang bisa dipahami dengan mudah.

Tidak ada syarat bahwa seorang Blogger haruslah seorang pemikir besar, tapi dengan banyak latihan dan membiasakan diri berpikir dan mengkomunikasikannya, bukanlah tidak mungkin tidak lama lagi kita akan melihat banyak penulis ternama dan pemikir genius yang lahir dari kebiasaannya menulis Blog.

Sebab 6: Blog membebaskan kamu untuk BERBAGI dan BEREKSPRESI
Di Blogland kamu bebas melakukan apa saja. Hanya ada Blog kamu dan kamu sendiri. Apapun yang kamu rasa, sedih, kesal, senang, bahagia, jatuh cinta, putus cinta, ditinggal pergi, meninggalkan pergi, semuanya bisa kamu bagi dan bisa kamu ekrepesikan di Blog kamu.

Seorang sastrawan mungkin butuh waktu berhari-hari untuk menuliskan kalimat-kalimat cantik yang penuh makna. Seorang wartawan mungkin harus sekian kali kembali ke mejanya dan menulis ulang karena tulisannya tidak diterima oleh sang Editor. Tapi di Blogland, apapun yang kamu tulis dan tentang apapun, semuanya bisa kamu tuangkan dengan bebas di Blog kamu.

Kesempatan berbagi dan tempat berekspresi ini, belum lagi ditambah sifatnya yang membebaskan, membuat Blog, bukan saja bisa menyehatkan jiwa tapi juga hadir sebagai medium yang tepat di jaman dimana bisa berbagi dan berekspresi dengan bebas adalah sebuah kemewahan.

Ketika kamu berekspresi, kamu bisa jadi siapa saja di Blog kamu. Kamu bisa berimajinasi liar dan memilih karakter yang benar-benar berbeda dengan karakter dikeseharian kamu. Sebaliknya ketika kamu berbagi, kamu bisa mengungkapkan isi kepala dan hati kamu dengan jujur sejujur-jujurnya pada orang lain dan yang terpenting pada diri kamu sendiri.

Tidak ada editor di blogland, tidak ada guru ataupun pemberi nilai. Apapun yang kamu tulis, ekspresikan dan bagi, dalam hitungan detik sudah bisa berada di luar sana, dan dibaca oleh sekian banyak orang.

Sebab 7: Komunitas Blogger
Setelah kamu memiliki Blog dan menjadi seorang Blogger jangan lewatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari komunitas Blogger. Blogger Indonesia sendiri memiliki komunitas yang cukup aktif berkomunikasi satu sama lain. Ada milis BlogBugs (http://groups.yahoo.com/group/blogbugs) dimana kamu bisa ikut bergabung di dalamnya dan juga ada forum Bloggerian (http://forum.bloggerian.or.id/) dimana para Blogger memperbicangkan hampir semua topik.

Dua-duanya adalah tempat para Blogger Indonesia berinteraksi satu sama lain selain di Blog mereka sendiri. Kamu bisa bertanya dan minta bantuan tentang Blog kamu disitu, bertukar informasi dan mebuat janji untuk bertemu. Bahkan BlogBugs di akhir bulan Mei 2003 melangsungkan Gathering Blogger Nasional pertama yang dilangsungkan di Puncak, dimana dihadiri oleh sekitar 60 Blogger dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan kota-kota lainnya.

Sebagai Blogger, kamu akan menemukan diri kamu mendapatkan teman-teman baru, membaca cerita-cerita para Blogger Indonesia yang tidak saja tinggal di Indonesia, tapi juga di seantero dunia.

Temukan teman-teman blogger baru yang memiliki minat yang sama dengan kamu. Kamu akan menemukan Blogger yang memiliki pengarang favorit yang sama, yang telah menonton film yang sama, atau menyukai jenis musik yang sama.

Memiliki Blog, membuka dunia kamu ke sebuah komunitas yang memiliki ciri khas sendiri, yaitu (hampir) semua anggota komunitas ini memiliki Blog dimana mereka membagi sebagian dari kehidupan mereka di dalamnya.

Sebab 8: Blog adalah "The New Media" di Internet
Setelah dimulai sejak akhir tahun 90'an lalu dipicu oleh adanya layanan memiliki Blog gratis seperti Blogger.com dan peristiwa 9-11 di Amerika, Blog sedikit demi sedikit menjadi media alternatif baru yang diperhitungkan.

Perdebatan tentang apakah Blog dapat menggantikan media-media massa mapan masih terus berlangsung, sedang di media mapan itu sendiri setiap minggu selalu ada artikel baru yang membahas tentang Blog dan perkembangannya.

Dari bentuk awalnya, Blog telah berkembang sedemikan rupa. Di Internet sekarang kita dapat menemukan PhotoBlog (Blog yang isinya photo-photo saja), AudioBlog (Blog yang isinya rekaman suara), ada Blog tentang musik, film, buku, teknologi. Blog tentang media massa, televisi. Bahkan Blog tentang Blog.

Dari seluruh penjuru dunia blogger berdatangan dan memahat jalan mayanya bersama-sama di Internet. Ada kumpulan Blog Asia (http://ricebowljournals.com/), blogger Irak (http://dearraed.blogspot.com/), eropa, afrika. Dan dalam berbagai bahasa Inggris, Arab, Spanyol, Indonesia, Sunda, Jawa. Blogger.com mencatat lebih dari 1500 blogger baru mendaftar di layanannya setiap hari.

Blog adalah sebuah fenomena terbaru. Blog adalah bagaimana email di tahun 90-an. Dalam waktu tidak lama lagi, teman kamu tidak hanya akan bertanya, "Alamat email kamu apa?", tapi dia akan juga menanyakan "Alamat Blog kamu apa?".

Memiliki Blog karenanya akan jadi identitas kamu yang kamu bagi di Internet. Jika saat ini Rene Descartes bangkit dari kubur, maka ia mungkin akan berkata: Saya ngeblog, karenanya saya ada. :)

Jika email adalah kotak pos kamu di Internet, maka Blog adalah gabungan dari rumah, ruang publik, buku catatan, diary dan cermin dari diri kamu sendiri di Internet.

Nah itulah 8 sebab utama untuk memilik Blog dan menjadi seorang Blogger. Jadi, tunggu apalagi? Mulailah membangun Blog kamu dan jadilah seorang Blogger sekarang juga. :) Untuk membantu kamu mulai dibawah ini kamu bisa temuka daftar layanan Blog gratis dari yang sudah disebutkan diatas:

Layanan membuat Blog:
Blogger.com http://www.blogger.com/
Web Crimson http://webcrimson.com/
Live Journal http://www.livejournal.com/
Pitas http://www.pitas.com/
Xangan http://www.xanga.com/
Blog City http://www.blog-city.com/

Layanan Desain Weblog:
Blogskins.com http://www.blogskins.com/

Layanan penyimpan file:
Tripod.com http://tripod.com/
Geocities.com http://www.geocities.com/

Layanan Guest Book:
SignMyGuestBook http://www.signmyguestbook.com/

Layanan fasilitas pemberi Komentar adalah:
Enetation http://www.enetation.co.uk/
Blogkomm http://blogkomm.com/
BackBlog http://www.blogextra.com/backblog/
Haloscan http://www.haloscan.com/
YACCS http://rateyourmusic.com/yaccs/

Layanan Tag Board:
Tag Board http://www.tag-board.com/
Flooble http://chatter.flooble.com/
Doneeh http://www.doneeh.com/

GBU all...

help me.....

somebody tell me.
why it feels more real when i dream than when i am awake?
how can i know if my senses are lying?

there is some fiction in your truth,
and some truth in your fiction.
to know the truth, you must risk everything.

who are you?
am i alone?

10 December 2006

ALANIS MORISSETTE - Ironic

ALANIS MORISSETTE - Ironic

An old man turned ninety-eight
He won the lottery and died the next day
It's a black fly in your Chardonnay
It's a death row pardon two minutes too late
Isn't it ironic... don't you think

(chorus)

It's like rain on your wedding day
It's a free ride when you've already paid
It's the good advice that you just didn't take
And who would've thought it figures

Mr. Play It Safe was afraid to fly
He packed his suitcase and kissed his kids good-bye
He waited his whole damn life to take that flight
And as the plane crashed down he thought
"Well, isn't this nice."
And isn't it ironic ... don't you think

It's like rain on your wedding day
It's a free ride when you've already paid
It's the good advice that you just didn't take
And who would've thought it figures

Well life has a funny way of sneaking up on you
When you think everything's okay and everything's going right
And life has a funny way of helping you out when
You think everything's gone wrong and everything blows up
In your face

A traffic jam when you're already late
A no-smoking sign on your cigarette break
It's like 10,000 spoons when all you need is a knife
It's meeting the man of my dreams
And then meeting his beautiful wife
And isn't it ironic... don't you think
A little too ironic.. and yeah I really do think...

It's like rain on your wedding day
It's a free ride when you've already paid
It's the good advice that you just didn't take
And who would've thought it figures

Well life has a funny way of sneaking up on you
And life has a funny, funny way of helping you out
Helping you out

08 December 2006

catatan bulan Oktober 2006

Minggu, 29 Oktober 2006

11:10:49
pusing neh.. ga punya duit. kayaknya seh masalah yang satu ini udah jadi masalah bawaan manusia modern. konon katanya, dulu ngga pernah orang menyoal masalah duit segini rumit kayak sekarang. entah sejak kapan duit jadi ukuran, yang pasti keberadaannya seakan sudah melekat pada entitas manusia. bedain deh ama mahluk ciptaan Tuhan yang lain plus alien-alien (kalo bener2 ada). ciri utamanya sekarang bukan lagi soal logika-otak-pikiran... yang jelas "duit".
..
bisa jadi ini cuma sampah pikiran usang... so what? boleh bertaruh deh.. lo mesti ngga jujur kalo ditanya soal duit. privasi katanya. orang baru jujur perkara duit kalo lagi ada maunya. contohnya, pas mo ngutang atau kepentok tagihan. nah lho, bener ga tuh?
..
anehnya bahkan duit yang ga seberapa bisa jadi perkara "bunuh-bunuhan" segala. contohnya, pas ditarik tagihan parkir. jujur aja deh.. kenapa kalo parkir di mall ga pernah protes ditarik rada mahal dikit ketimbang parkir di depan warteg. konon orang modern suka mbayar lebih di tempat yang dirasa punya nilai prestise tinggi ketimbang tempat yang "slump". seringkali gerundelan nongol gara2 harga rames yang naek di warung pinggir jalan. padahal dihitung2 ga masuk akal juga kalo warung super sederhana dengan harga jual di bawah rata2 masih harus nanggung subsidi buat pelanggan bon setia. naek dikit diprotes. giliran pada kongkow di mall super dupper yummy, ga pernah ada yang protes tuh kalo ada "penyesuaian" harga. kembalian dikasih permen juga ga protes tuh...
..
tapi sekarang ga orang primitif ga orang modern sama aja.. kalo bisa yang murah kenapa cari yang mahal. all about money..lagunya meja. yap, kadang pengen tau apa sebenarnya pikiran orang yang pertama kali nemu duit. maksudnya yang pertama punya ide duit jadi alat ukuran hidup. bisa jadi dulunya ga sekacau sekarang kali ya... bahkan apapun bisa djadiin duit. yang pasti dijual lantas duitnya buat beli. entah kapan dijual lagi buat beli apa lagi. dst-nya dst-nya... walah...
---dha :)

Senin, 30 Oktober 2006

12:41:18
panas terik. microphone anthem dari saint loco menghentak. oktober tinggal sehari.
---dha :)

17:20:49
haiya, seharian ga beranjak dari kotak pandora. ga tau jalan keluar atau emang betah jadi katak dalam tempurung? entahlah. sore ini masih juga kering berdebu.
..
beruntung angin sedikit basah agak mengurangi panasnya hari. minum kopi dingin plus rokok sebatang lumayan buat teman ngobrol sambil dengerin naif. aku tertarik dengan pertanyaan Bongki (sang pengelana) barusan. kebingungan tentang hari esok. kebingungan soal apa yang akan terjadi kemudian dengan Indonesia. adakah harapan? benarkah ada keterbukaan? rasa2nya semakin kabur, semakin tidak jelas. bermimpi satu-satunya kemerdekaan yang tersisa. btw, mikirin hal gitu mah ga ada habis2nya.. dari dulu kata O'harra nothing new under the sun... so daripada capek mikir yang entah kemana juntrungannya, let them free aja deh... sekali2 bolehlah. buat sekarang bagiku yang lebih penting hadapi hidup dengan jujur. jujur pada diri sendiri. kata orang itu yang paling sulit. yap, karena jujur cuma ada dalam mimpi. tapi tidak, bagi orang yang punya mimpi. aku masih yakin, jujur itu enak.
..
bisa ngetawain diri sendiri, bisa nyalahain diri sendiri, bisa punya rahasia... haha....
---dha :)

03 November 2006

about life and the journeys...

akhirnya aku kembali harus menoreh hari yang semakin semarak dengan tanda-tanda. hampir satu bulan ini aktivitasku hanya sebatas rutinitas bangun kesiangan-baca buku-nongkrong depan komputer-mandi-makan malam-tidur diatas jam 3 pagi. beruntung terkadang ada saja tawaran menarik buat sekedar menikmati perjalanan dan pertemuan dengan sahabat lama.
sepertinya perjumpaan dengan yang lain jadi kebutuhan dan kepuasan tersendiri. sekitar 2 minggu ini aku bisa bersua lagi dengan orang-orang yang pernah mengisi lembar cerita bersama di kota purwokerto. dari mulai ketemu vita+suaminya, aryo (my men... ;p), eu yg lagi asyik dengan "permainan baru"nya di jogja, arief 'chiken'... (whooa... nongol lagi akhirnya...)
malam takbiran pun ku lalui dengan sempurna di situs hidup sarwono. walaupun lebaran kali ini tak ku lewatkan bersama keluarga di wanareja, at least keluarga-keluarga lain bisa mengobati kerinduanku untuk berkumpul, bercengkrama bersama. dan lebaran tahun ini juga lebih memberiku kesempatan untuk membaca ulang siapa aku saat ini.
kalau boleh dianimasikan, apa yang terjadi padaku sekarang, boleh jadi lebih mirip dengan cerita berikut: (pertanyaan seorang murid dengan gurunya tentang hidup)

"engkau dirusak oleh ketenangan hidup," kata Sang Guru kepada seorang murid yang menganggap enteng hidup.
"hanya malapetaka dapat menyelamatkanmu."
lalu Sang Guru menjelaskan demikian:
"lemparkan seekor katak ke dalam panci yang berisi air panas,
maka ia akan melompat keluar dalam sekejap.
taruhlah katak itu dalam sebuah panci yang dipanaskan secara
perlahan-lahan,
maka katak itu akan kehilangan dorongan untuk melompat
bila saatnya untuk melompat tiba."

yap, semoga aku semakin berani terbuka dan jujur dengan diriku sendiri... belajar dan belajar lagi dari setiap perjumpaan dan pergumulan dengan hidup yang sebenarnya...

30 August 2006

Wadah Rasan-Rasan PMKRI Purwokerto

kebondalem tempo doeloe...[yodha ;p]

To: pmkri-purwokerto-net@yahoogroups.com
From: "Tjatur Widyantoro" tjatur_fx@yahoo.com
Date: Wed, 30 Aug 2006 10:18:17 -0000
Subject: [pmkri-purwokerto-net] Kejutan!!! Website n Milis PMKRI Purwokerto

Hallooowww

Inyong arep woro woro,
Mulai siki kon sekabeyan iso ndeleng tampange dewek seka nang endi baen via website.
Kari klik:
(Spoiler: Mohon perhatian....Ini bukan banyumasan yang benar)

1. Nek arep ndeleng foto cover milist PMKRI Purwokerto iso dibuka:
http://groups.yahoo.com/group/pmkri-purwokerto-net/
2. Foto-foto gathering:
http://www.imagestation.com/album/pictures.html?id=2102480383
http://www.ringo.com/share.html?id=Akvf1QohREu0&origin=photoinvite
3. Database dan alamat peserta gathering:
http://groups.yahoo.com/group/pmkri-purwokerto-net/files/
4. Blog PMKRI (isih durung lengkap):
http://pmkri-pwt.blogspot.com

Silahkan mengirimkan tulisan via yahoogroups ben iso di publish nang website.
Siki mung lagi tulisane karim sing dilebokna
Ding...ding...Buzzz...Buzz
Blog iki luwih mencerminkan pembentukan komunitas dimana beragam latar belakang kumpul, gendhu gendhu roso. So isine blog: Sosial, Kemasyarakatan, Ekonomi Bisnis tapi sing ana sense of humor-e. Yo Pro Ecclessia Et paatria, mung sing lucu. Jo serius serius. So Idealis mung menghibur. Anggep ae koyo gereja. Mulai dari Romo nganti rampok iso ketemu dan gak ada yang ngrasa tersinggung. Nek arep sing ekstrim ekstrim, abot saingane ro Campina ro Walls.

Cheers,

lagi2 puisi..

conflicts by yodha ;p 110606

BENALU YANG INDAH

aku adalah benalu bagi diriku
karena roh ini sebuah benalu bagi jasadku
karena tak ada jasad menjadi benalu bagi roh
aku adalah benalu
aku adalah roh yang menjadi benalu
tapi roh yang menjadi benalu bagiku adalah cermin, cermin kesadaran
bukan tameng besi karatan yang tak terurus
itulah benalu yang menjadi cerminku
karena cermin takkan pernah berkarat seperti besi

MATAHARI DI UJUNG SENJA

matahari di ujung pengharapan seorang tua dekil
dengan tongkat kayu dan masih menyisakan sorot matanya
yang tajam setajam pisau seorang pengembara
..
matahari dengan sinar yang tak pernah bosan
menyinari setiap relung kehidupan
yang hitam atau putih
yang nyata atau abstrak
bahkan yang tak pernah seorang manusia pun pikirkan
matahari adalah masa depanku
matahari adalah sinar yang pernah menyinari masa laluku
lalu menembus sebuah suryakanta yang dapat membakar
sehelai kertas atau menembus masa depan

KAPAL LAYAR

bawalah aku
sebrangkan diriku kemana pun kau pergi
atau bawa aku ke tempat yang tak bertuan
dimana aku dapat bercengkrama dalam kesendirian
dan menikmati lamunan dalam bayang-bayang diriku
tapi jangan tenggelamkan raga dan jiwa ini
dalam kelamnya kegelapan yang tak pernah ku bayangkan
karena aku tak pernah menikmati hangatnya cahaya
dan dinginnya angin

(Bekasi Oktober 2001)
  • conflicts dibikin pas balik ke tangerang. kenapa yang ditampilin di artikel ini karya orang? aku punya alasan tersendiri yang bakal dijelasin di lain waktu. yang pasti, banyak dari tulisanku sendiri yang hilang gara2 gak punya arsip, dipinjem orang trus diklaim, 'n saudara2ku.. Indonesia banget! gak mungkin ada orisinalitas kalo udah jelas gaya 'n pilihan katanya mirip ini-itu... jangan munafik... semua mulai dari NYONTEK! iya khan... that's why... i called this conflicts!

puisi-puisi lama ku...

kertas --21 april 1999 ... pabila gejolak hati tak menentu menanti sang waktu yang tak kunjung berakhir kehadiranmu tak terasa menghanyutkan emosi tercurah dalam deretan kata tanpa makna sementara ekspresi jiwa terus bergelayut mencari kata-kata lentera merah --22 oktober 1999 ... cakrawala di ufuk timur semburatkan warna keemasan sepasang capung berputar-putar nantikan hujan hari ini tak secerah hijau padi dan rumput liar waktunya untuk kembali bekerja demi cita .. seorang kawan pernah berkata; "mimpi adalah kenyataan yang semu..!" tak ku ingkari satupun kata-katanya rasa kehilangan ini semakin larut dalam lamunan malam aku ingin cinta, dirinya dan bibirnya .. api lilin kecil di sudut kamar lamat-lamat meredup kemanakah belahan jiwa berlabuh.. aku sepi maha dewi, engkaukah dirinya? lelah sekujur pikiran menanti hadirmu kembali aku mau lari tapi kakiku terpasung hari mawar di tepi taman meratap kesepian aku bosan dengan kata-kata.. aku bosan dengan fatamorgana .. lentera kunyalakan pertanda malam berpisah dengan matahari ...

24 August 2006

A Story of Creation

In the beginning, God created heaven and earth.

Shortly thereafter God was in receipt of a notice to show cause why he shouldn't be cited for failure to file an environmental impact statement. He was granted a temporary planning permit for the project, but was stymied by a Cease and Desist Order for the earthly part.

At the hearing, God was asked why he began his earthly project in the first place. He replied that he just liked to be creative.

Then God said, "Let there be light."

Officials immediately demanded to know how the light would be made. Would it require strip mining? What about thermal pollution?

God explained that the light would come from a huge ball of fire, and provisional approval was granted with the proviso that no smoke would result.

The authorities demanded the issuance of a building permit, and (to conserve energy) required that the light be left off half the time. God agreed, saying he would call the light "Day" and the darkness "Night." Officials replied that they were only interested in protecting the environment, not in semantics.

God said, "Let the earth bring forth green herb and such as many seed."

The EPA agreed, so long as only native seed was used.

Then God said, "Let waters bring forth creeping creatures having life; and the fowl that may fly over the earth."

Officials pointed out this would require approval from the Department of Game coordinated with the Heavenly Wildlife Federation and the Audubongelic Society.

Everything went along smoothly until God declared that he intended to complete the project in six days.

Officials informed God it would take at least 200 days to review his many waiver applications and environmental impact statements. After that there would have to be a public hearing, and then there would be a 10-12 month probationary period before....

At this point, God created Hell.

....
taken from "ArcaMax" <ezines@arcamax.com>

20 August 2006

analisis wacana - paradigma kritis -media massa?

Analisis Wacana

Wacana adalah kata yang sering dipakai masyarakat dewasa ini. Banyak pengertian yang merangkai kata wacana ini. Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama dalam hubungan konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Sedangkan menurut Michael Foucault (1972), wacana; kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan.
Menurut Eriyanto (Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media), Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaum positivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal) -- Analisis Isi (kuantitatif)
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara. --Analisis Framing (bingkai)
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).

Paradigma Kritis

Everett M. Roger, seperti dikutip oleh Eriyanto, mengemukakan bahwa “media bukanlah entitas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh kelompok dominan.” Saya memahami pernyataan Everett M. Roger bahwa media memiliki kemungkinan besar dikuasai oleh kelompok berkuasa atau kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan.
Menurut Eriyanto ada beberapa pertanyaan yang muncul dari sebuah paradigma kritis. Yaitu: siapa yang mengontrol media? Kenapa ia mengontrol? Keuntungan apa yang bisa diambil dengan kontrol tersebut? Kelompok mana yang tidak dominan dan menjadi obyek pengontrolan?
Mengapa pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi penting? Karena paradigma kritis ini percaya bahwa media adalah sarana di mana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan, bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan mengontrol media. Sehingga jawaban yang diharapkan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol suatu proses komunikasi.
Menurut Horkheimer, seperti dikutip Eriyanto, salah satu sifat dasar dari teori kritis adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi masyarakat dewasa ini. Karena kondisi masyarakat yang kelihatannya produktif dan bagus tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak.
Mengenai paradigma kritis, Stephen W. Littlejohn, seperti dikutip Alex Sobur, menjelaskan: “Perkembangan teori komunikasi massa yang didasarkan pada tradisi kritis Eropa (Marxis) cenderung memandang media sebagai alat ideologi kelas dominan. Tradisi Eropa berusaha mematahkan dominasi model komunikasi Amerika yang notabene adalah penganut aliran Laswellian ataupun stimulus-respon, teori yang berasumsi khalayak adalah konsumer pasif media massa. Dengan kata lain, fenomena komunikasi massa bukanlah sekedar sebuah proses yang linear atau sebatas transmisi (pengiriman) pesan kepada khalayak massa, tetapi dalam proses tersebut komunikasi dilihat sebagai produksi dan pertukaran pesan (atau teks) berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan memproduksi makna tertentu.”
Dari pernyataan yang diberikan Stephen W. Littlejohn dan Everett M. Roger mengenai paradigma kritis, saya dapat menyimpulkan bahwa media merupakan sebuah alat penyebaran ideologi kelas dominan (para penguasa maupun pemilik modal). Sehingga komunikasi didefinisikan sebagai sarana pertukaran pesan yang bertujuan memproduksi makna tertentu, dimana komunikasi tersebut tentunya mewakili kepentingan kelompok dominan.
Menurut Stuart Hall, paradigma kritis bukan hanya mengubah pandangan mengenai realitas yang dipandang alamiah oleh kaum pluralis, tetapi juga berargumentasi bahwa media adalah kunci utama dari sebuah pertarungan kekuasaan. Karena melalui media, nilai-nilai kelompok dominan dimapankan, dibuat berpengaruh, dan menentukan apa yang diinginkan oleh khalayak.Dalam proses pembentukan realitas, Stuart Hall menekankan pada dua titik, yaitu bahasa dan penandaan politik. Penandaan politik disini diartikan sebagai bagaimana praktik sosial dalam membentuk makna, mengontrol, dan menentukan makna. Menurut Hall, media berperan dalam menandakan peristiwa atau realitas dalam pandangan tertentu, dan menunjukkan bagaimana kekuasaan ideologi di sini berperan – karena ideologi menjadi bidang di mana pertarungan dari kelompok yang ada dalam masyarakat.

Media massa

Menurut Alex Sobur, media (pers) sering disebut banyak orang sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini terutama disebabkan oleh suatu persepsi tentang peran yang dapat dimainkan oleh media dalam kaitannya dengan pengembangan kehidupan sosial-ekonomi dan politik masyarakat. Bahkan, media, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial-budaya dan politik. Oleh karena itu, dalam konteks media massa sebagai institusi informasi, Karl Deutsch, menyebutnya sebagai “urat nadi pemerintah” (the nerves of government).
Alex Sobur sendiri mendefinisikan media massa sebagai: “Suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris.”
Berdasarkan pendefinisian media massa menurut Alex Sobur, saya memahami bahwa media massa merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyebarkan pendapat umum (opini publik) dari pihak-pihak dominan, misalnya saja pemerintah. Biasanya kelompok dominan menggunakan media massa untuk melakukan pengkonstruksian realitas yang berujung pada upaya legitimasi masyarakat terhadap suatu wacana.
Louis Althusser, menulis bahwa, “Media, dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai saran legitimasi. Media massa sebagimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideological states apparatus).”
Namun, pandangan Althusser tentang media ini dianggap Antonio Gramsci, dalam Al-Zastrouw, mengabaikan resistensi ideologis dari kelas tersubordinasi dalam ruang media. Bagi Gramsci, media merupakan arena pergulatan antarideologi yang saling berkompetisi (the battle ground for competing ideologies).
Antonio Gramsci dalam Alex Sobur melihat, “Media sebagai ruang di mana berbagai ideologi di representasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.”
Dari semua penjabaran mengenai media massa, saya menyimpulkan, media massa merupakan alat atau sarana penyebaran ideologi kelompok dominan, alat legitimasi, dan alat kontrol sosial atas wacana publik. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya praktek diskursif oleh media terhadap kelompok-kelompok marjinal, yang ditekan oleh kelompok dominan (penguasa). Bahkan, praktek diskursif tadi dapat dimanfaatkan media sebagai alat legitimasi atau pembenaran-pembenaran terhadap suatu konteks permasalahan yang tidak sesuai dengan ideologi dominan.
Alex Sobur berpendapat, bahwa isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Begitu juga media cetak, isi media cetak menggunakan teks dan bahasa.Guy Cook menyebut tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana, yaitu teks, konteks, dan wacana. Eriyanto kemudian menjelaskan ketiga makna tersebut, “Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi. Wacana disini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama.”
Dari penjelasan diatas, saya memahami bahwa teks memiliki peranan yang signifikan dalam pembentukan wacana.
Menurut Ibnu Hamad, benar bahwa unsur utama dalam konstruksi realitas adalah bahasa. Kemudian ia mengutip dari Giles dan Wiemann, “bahasa (teks) mampu menentukan konteks”. Karena lewat bahasa disini orang mencoba mempengaruhi orang lain (menunjukkan kekuasaannya) melalui pemilihan kata yang secara efektif mampu memanipulasi konteks.
Namun, menurut Hotman M. Siahaan: “Bahasa tak dapat dipandang sebagai alat komunikasi atau sebuah sistem kode atau nilai yang secara wewenang menunjuk sesuatu realitas monolitik. Bahasa merupakan bahasa sosial dan bukan sesuatu yang netral atau konsisten, melainkan partisipan dalam proses tahu, budaya, dan politik. Bahasa bukan merupakan sesuatu yang transparan, yang menangkap dan memantulkan segala sesuatu diluarnya secara jernih. Secara sosial, terikat bahasa dikonstruksi dan direkonstruksi dalam kondisi khusus dan setting sosial tertentu dan bukan semata tertata menurut hukum yang diatur secara alamiah dan universal. Karenanya sebagai representasi hubungan sosial tertentu, bahasa senantiasa membentuk subyek-subyek, strategi-strategi, dan tema-tema wacana atau diskursus tertentu.”
Norman Fairclough melihat bahasa sebagai praktek kekuasaan. Karena bahasa secara sosial dan historis dianggap sebagai bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Sehingga dalam menganalisis wacana, Fairclough memusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, saya menyimpulkan bahwa bahasa tidak hanya sebagai bahasa verbal, melainkan juga sebagai sebuah kegiatan sosial yang tidak netral dan tidak konsisten. Dalam konteks sosial, bahasa dapat dikonstruksi ataupun direkonstruksi pada kondisi dan setting sosial tertentu.
Untuk kalangan kritis (critical), bahasa dipandang sebagai alat perjuangan kelas. Makna dalam hal ini tidak ditentukan oleh struktur realitas, melainkan oleh kondisi ketika pemaknaan dilakukan melalui praktek sosial, dimana terdapat peluang yang sangat besar bagi terjadinya pertarungan kelas dan ideologi.

ayo belajar!

15 August 2006

GANDHI's said to Indonesia...

saya hendak mengemukakan bahwa
kita sedikit banyaknya adalah pencuri
bila saya mengambil sesuatu yang tidak saya butuhkan
untuk langsung digunakan, dan saya tetap menahannya,
saya mencurinya dari orang lain.

saya hendak mengemukakan bahwa
ini merupakan suatu hukum kodrat yang dasar,
tanpa suatu pengecualian, bahwa Alam itu menghasilkan cukup banyak
untuk kebutuhan kita setiap hari.


jadi apabila setiap orang hanya mengambil
sekedar cukup untuk keperluannya sendiri,
tidak akan mungkin terdapat
kemiskinan di dunia ini,
dan tidak akan mungkin ada
orang mati kelaparan di dunia ini.

namun selama terdapat kemelaratan ini,
selama itu pula
Kita semua mencuri.

[mahatma gandhi]

26 May 2006

Understanding the media culture and spectacle culture

Understanding the media culture and spectacle culture
By Imam Cahyono (al Maun Institute Jakarta)

In recent decades, spectacle culture has evolved significantly. Spectacle culture has expanded in every area of life. Every form of culture and society more and more spheres of social life are permeated by the logic of spectacle. Opening years of the new millennium were rich in spectacle, making it clear that the construction of media spectacle in every realm of culture was one of the defining characteristics of contemporary culture and society.

Media spectacle is indeed a culture of celebrity which provides dominant role models and icons of fashion, look and personality. Celebrities are the icons of media culture, the gods and goddesses of everyday life. To become a celebrity requires recognition as a star player in the field of media spectacle, be it sports, entertainment, fashion, or politics.

Entertainment has always been a prime field of the spectacle, but in today’s infotainment society, entertainment and spectacle have entered into the domains of the economy, politics, society and everyday life in important new ways. Contemporary forms of entertainment from television to the stage are incorporating spectacle culture into their enterprises, transforming film, television, music, and other domains of culture as well as producing spectacular new forms of culture as cyberspace, multimedia and virtual reality.

Fashion is historically a central domain of the spectacle and today producers and models, as well as the actual products of the industry, constitute an enticing sector of media culture. Fashion designers are celebrities, a major spectacle of the era. In fashion today, inherently a consumer spectacle, laser-light shows, top rock and pop music performers, superstar models and endless hype publicize each new season’s offering, generating highly elaborate and spectacular clothing displays. The consumption spectacle is fundamentally interconnected with fashion, which demonstrated what is in and out, hot and cold, in the buzz world of style and vogue. The stars of the entertainment industry become fashion icons and models for imitation and emulation. In postmodern image culture, style and look become increasingly important modes of identity and presentation of the self in everyday life and spectacles of media culture show and tell people how to appear and behave.

Popular music is also colonized by the spectacle, with music-video television (MTV) becoming a major purveyor of music, bringing spectacle into the core of musical production and distribution. In a similar fashion, younger female pop music stars such as Mariah Carey, Britney Spears, Jennifer Lopez also deploy the tools of the glamour industry and media spectacle to make themselves spectacular icons of fashion, beauty, style and sexuality as well as purveyors of music. Male pop singers, such Ricky Martin could double as fashion models use hi-tech stage shows, music videos and PR to sell their wares.

Television has been a promoter of consumption spectacle, selling cars, fashion, home appliances and other commodities along with consumer lifestyles and values. TV addicts of whatever genre (soap opera, sports, talk show, news, etc) regularly live in the world of the media hyperreality and media spectacle periodically appear to focus audience attention and take over everyday life. It is also the home of sports such as NBA, World Cup, political spectacles such as elections, scandals and entertainment spectacles and its own specialities such as breaking news or special events. Television is today a medium of spectacular programs such as Who wants to be millionaire?, The Bachelor, etc.

Sports have long been a domain of the spectacle, with event such as the soccer World Cup and NBA Championships attracting massive audiences while generating sky-high advertising rates. Today, sports are a major part of the consumer society whereby individuals learn the values and behavior of a competitive and success-driven society. Sports heroes such as Michael Jordan and David Becham are among the best paid and wealthiest denizens of the consumer society and thus serve as embodiment of fantasy aspirations to the good life.

Film has long been a fertile field of the spectacle, with Hollywood and Bollywood (Indian films) connoting a world of glamour, publicity, fashion and excess. Hollywood has exhibited grand movie palaces, spectacular openings with searchlights and camera-popping paparazzi, glamorous Oscars, Academy Award and stylisth, hi-tech films.

Food too is becoming a spectacle in the consumer society with presentation as important in the better restaurants as taste and substance. McDonald’s provides a mythology for the fast-food corporation that renders McDonald’s golden arches a mythological site of fun and good food.

The examples just provides that media spectacle is invading every field of experience, from the economy to culture and everyday life. The cultural industries have multiplied media spectacle in novel spaces and sites, and spectacle itself is becoming one of the organizing principles of the economy, polity, society and everyday life. Media culture drives the economy, generating and flowing corporate profits while disseminating the advertising and images of high-consumption lifestyles that help to reproduce the consumer society.

Media culture also provided models for everyday life that replicate high-consumption ideals and personalities and sell consumers commodity pleasures, solutions to their problems, new technologies and novel form of identity. The interactions of technology and capital are producing fecund forms of technocapitalism and a technoculture, both of which promise that the new millennium will be full of novelties, innovation, hype and instability.

A media and consumer society organized around the production and consumption of image, commodities and staged events. Experience and everyday life are thus shaped and mediated by the spectacles of media culture and the consumer society. The spectacle is like opium, which stupefies social subjects and distracts them from the most urgent task of real life.

The correlate of the spectacle is thus the spectator, the reactive viewer and consumer of a social system predicated on submission, conformity and the cultivation of marketable difference. The spectacle therefore involves a distinction between passivity and activity, consumption and production, condemning lifeless consumption of spectacle as an alienation from human potentiality for creativity and imagination. The spectacular society spreads its wares mainly through the cultural mechanism of leisure and consumption, services and entertainment, ruled by dictates of advertising and a commercialized media culture. This structural shift to a society of the spectacle involves a commodification of previously non-colonized sectors of social life and the extension of bureaucratic control to the realms of leisure, desire and everyday life.

It is parallel to what Herbert Marcuse said as one-dimensional society that the spectacle is the moment when the consumption has attained the total occupation of social life. Here exploitation is raised to a psychological level, basic physical privation is augmented by enriched privation of pseudo-needs, alienation is generalized, made comfortable and alienated consumption becomes a duty supplementary to alienated production.

Spectacle culture come to dominate media culture as a whole for long periods of time, as when television, radio, the internet and other media focus on the extravaganza of the moment, excluding other events and issues from media focus. The society of the spectacle as defined by Guy Debord, in which individuals were transfixed by packaging, display and consumption of commodities and the play of media events.

We are now at the stage of the spectacle at which it dominates the mediascape, more and more domains of everyday life as computer bring a proliferating rush of information and image into the house by means of the internet, competing with television as the dominant medium of our time. The result is the spectacularization of culture, and of consciousness of media proliferate and new forms of culture colonize consciousness of everyday life.

Media reality, as Baudrillard argue, is hyperreality, a world of artificially constructed experience that is realer than real, that purifies the banality of everyday life to create an exciting world of mass mediated, technologically processed experience that is often far more involving and intense than ordinary life. When the real world changes into simple images, simple images become real beings and effective motivations of a hypnotic behavior.

Therefore, it is crucial to understanding how media culture works and generates social meanings and ideologies. It is also requires a critical media literacy, which empower individuals and undermines the mesmerizing and manipulative aspects of media spectacle. Critics and critique are thus necessary to help demystify media culture and produce insight into contemporary society and culture. People should critically to resist cultural manipulation and to be media literate.

Patriakhi Menciptakan Industrialisasi Tubuh Perempuan

Senin, 22 Mei 2006

Patriakhi Menciptakan Industrialisasi Tubuh Perempuan
Jurnalis Kontributor: Latifah
Jurnalperempuan.com-Yogyakarta.

Dari segi psikologis, permainan hasrat dan kebutuhan selalu digunakan oleh kapitalisme. Mesin hasrat itu terus diciptakan menuju sesuatu mitos yang tidak disadari perempuan, misalnya mitos perempuan makin tua makin tidak menarik. Dalam hal ini, tubuh selalu dijadikan sebagai kriteria utama," ujar Ch. Siwi Handayani, penulis buku Penghibur(an) yang diterbitkan oleh Kanisius. Berdasarkan buku yangditulisnya itulah diselenggarakan acara diskusi Industrialisasi Tubuh dan Perempuan yang diadakan pada Kamis (18/5) di Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UGM.
Untuk menghadapi indutrialisasi atas tubuh perempuan, Siwi berpendapat bahwa bila perempuan mau berdaya, perempuan harus kritis, berani berhadapan dengan realitas dan menggunakan kriteria lain. Di samping itu, kajian-kajian kritis setidaknya bisa menjadi catatan kritis dan membangkitkan kesadaran diantara kita. Nasikun memulai refleksi kritisnya atas industrialisasi tubuh perempuan dengan bertanya, "Mengapa bukan industrialisasi (tubuh) laki-laki?
Para ahli sejarah tentang tubuh, seperti yang dikemukakan Ira Livingston, pada era pra-modern tidak dikenal perbedaan "kategoris" antara tubuh laki-laki dan tubuh perempuan. Baru pada era modern, terutama sejak abad 18 dan 19,masyarakat Barat mengenal adanya perbedaan kategoris tersebut. Di samping itu, Maria Mies berpendapat bahwa pada era pra-sejarah, kita belum mengenal sistem pembagian kerja seksual dan sistem patriarki. Baru di era sejarah,yaitu saat kelahiran kapitalisme dan konsep hak pemilikan privat, kita mengenal terjadinya "kolonisasi" perempuan yang melahirkan fenomena kesenjangan dan diskriminasi gender.
Pendapat Maria Mies yang mengikuti tesis Frederic Engels tersebut merupakan penjelasan paling radikal dan revolusioner tentang sumber terjadinya sistem pembagian kerja seksual. Selain kedua teori tersebut, Nasikun juga menjelaskan kelahiran patriarkhi berdasarkan sosio-biologi, psikoanalisis Eric From, dan teori Lenski tentang pengaruh peran teknologi. "Menurut hemat saya, kesahihan penjelasan teoritistentang sistem pembagian kerja seksual kapitalis dan patriarkis yang ada saat ini menuntut kesediaan kita untuk menghindarkan diri dari kecenderungankonvensional kita untuk menggunakan pilihan monisme perspektif teoritis, dansebaliknya memilih penggunaan pluralisme teoritis," papar Nasikun.
Ia juga berpendapat bahwa kontribusi penjelasan teori pasca-kolonial harus diapresiasi, terutama karena kontribusinya bahwa betapa pun lemahnya posisi perempuan di dalam sistem pembagian kerja seksual kapitalis dan patriarkhis, perempuan sama sekali bukan merupakan pelaku yang robotik dan tidak berdaya.*

08 May 2006

sayang anak.. sayang anak..

hari ini aku masuk ke warnet lagi...susahnya minta ampun, padahal cuma mo browsing doank... but it's okey.. ga' sengaja di folder my pictures di kompie yang ku pake ada cards menarik
who knows ada yang mo copy buat hadiah si upik or apapun namanya.. itung-itung hari gini masih ada yang sayang anak..
..
sebel juga seh, negara ini makin lama makin ruwet bikin aturan...
aku cuma ga' habis pikir benernya pada mikirin apa orang-orang penting di jakarta..jangan-jangan gara-gara masa kecilnya ga' diperhatiin jadi sekarang pada cari perhatian
..
kalo ada yang mo kirimin cards ini buat mereka... aku sepakat aja
berhubung ga' punya akses tolong deh ya... sekalian sampein salam paling manies...malu donk ama negara tetangga tercinta Republik BBM.. wakakakak...

GBU all.. folks!

05 May 2006

pembelajaran: makna belajar

pembelajaran: makna belajar
Oleh: Andrias Harefa*

Kata "belajar" dalam kamus Poerwadarminta (1953) diberi penjelasan singkat "berusaha (berlatih dsb) supaya mendapatkan sesuatu kepandaian". Dan bila dilacak dari kata dasarnya "ajar", maka "belajar" diberi arti: (1) berusaha supaya beroleh kepandaian (ilmu dsb) dengan menghafal (melatih diri dsb), seperti dalam "belajar membaca" atau "belajar ilmu pasti"; dan (2) berlatih, misalnya dalam "belajar berenang" dan "belajar berkenalan".

Dua kata dalam bahasa Inggris yang paling sering diterjemahkan sebagai "belajar" adalah "learn" dan "study". Kamus Hornby (1985) memberi arti kata "learn": (1) gain knowledge of or skill in, by study, practice or being taught; (2) be told or informed. Kata "learning" kemudian diberi arti "wide knowledge gained by careful study". Sementara kata "study" sebagai kata benda diberi arti: (1) devotion of time and thought to getting knowledge of, or to close examination of, a subject, esp from books; (2) something that attracts investigation; that which is (to be) investigated; (3) be in a brown; (4) room used by sb for reading, writing, etc; (5) sketch etc made for pratiuce or experiment; piece of music played as a technical exercise; (6) earnest effort. Sedang sebagai kata kerja "study" diberi arti: (1) give time and attention to learning or discovering something; (2) give care and consideration to; (3) studied, intentional, deliberate.

Dengan memperhatikan pengertian kamus di atas, tidak terlalu aneh jika sebagian (besar?) anggota masyarakat mempersamakan begitu saja kata "belajar" dengan "sekolah". Bukankah "sekolah" umumnya (dari tingkat SD sampai universitas) dipahami sebagai tempat "belajar" dalam arti memperoleh ilmu pengetahuan alam, sosial, dan lainnya, secara formal? "Belajar" juga dipersamakan dengan "kursus" dan "pelatihan" dalam arti berlatih untuk memperoleh keterampilan tertentu, baik yang bersifat teknis seperti kursus komputer, maupun yang non-teknis seperti pelatihan komunikasi dan manajemen, yang sifatnya non-formal. Masalahnya, dengan mempersamakan begitu saja makna "belajar" dengan proses pendidikan yang bersifat formal dan non-formal, kita bisa melupakan sama sekali dimensi informal dari pendidikan yang justru paling penting dan merupakan dasar dari keduanya.

Karena itu untuk mudahnya saya mengusulkan agar kata "belajar" kita pahami dalam sedikitnya empat arti, yakni: pertama, mengejar pengetahuan diri sebagai manusia (learning to be); kedua, memperkuat solidaritas dan tali silahturahmi sebagai mahluk sosial (learning how to live together); ketiga, meningkatkan pengetahuan (learning how to think and learn); dan keempat, meningkatkan keterampilan (learning how to do).

Arti pertama dan kedua menunjuk pada dimensi informal (baca: pendidikan), yakni proses pembelajaran diluar lembaga-lembaga formal maupun non-formal. Arti ketiga menunjuk pada dimensi formal (baca: pengajaran), dan arti terakhir menunjuk pada dimensi non-formal (baca: pelatihan). Jadi, "belajar" yang sesungguhnya tidak dapat dan tidak mungkin dimonopoli sepenuhnya oleh lembaga-lembaga persekolahan yang formal itu. Tidak juga cukup bila ditambahkan dengan pelatihan-pelatihan di lembaga non-formal, tetapi harus berbasiskan keluarga dan masyarakat dimana hubungan antar pribadi berlangsung secara informal. Manajemen pendidikan berbasiskan sekolah mungkin penting, namun hal itu hanya merupakan sebagian dari proses pembelajaran dan pendidikan dalam artinya yang lebih dalam.

Keempat makna belajar di atas itulah yang membuat saya berkeyakinan bahwa pada hakikatnya manusia itu dilahirkan pertama-tama sebagai mahluk pembelajar. Ia adalah satu-satunya mahluk yang dapat dan memang harus "belajar". Hal itu saya tegaskan dengan menggunakan istilah "manusia pembelajar". Dan dalam buku Menjadi Manusia Pembelajar (Kompas, 2000), istilah "manusia pembelajar" itu saya definisikan sebagai: setiap orang (manusia) yang bersedia menerima tugas dan tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yakni: pertama, berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi-talenta dan bakat-bakat terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti "Siapakah aku?", "Dari manakah aku datang?", "Kemanakah aku akan pergi?", "Apakah yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini?", dan "Kepada siapa aku harus percaya?"; dan kedua, berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap bakat-potensi-talenta-nya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan segala sesuatu yang "bukan dirinya".

Tugas dan tanggung jawab pertama di atas membawa setiap pribadi pada perenungan diri agar ia menyadari keberadaannya sebagai "apa" dan "siapa". Tugas dan tanggung jawab kedua di atas membawa manusia untuk menampilkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri (delinked, tak terkait dengan lingkungannya) sekaligus saling bergantung dengan lingkungan hidup di sekitarnya (linked). Dan "belajar" dalam konteks ini tak lain adalah mengusahakan agar tampilan diri (personalitas, kepribadian) itu mencerminkan hakikat atau jati diri (bakat, karakter) manusia itu.

Kedua tugas dan tanggung jawab tersebut melekat pada keberadaan manusia pribadi lepas pribadi. Tak bisa, dan memang tidak mungkin, ia "mendelegasikan" hal itu kepada pribadi atau pihak (lembaga, misalnya) lain yang bukan dirinya. Sebab saya menyetujui pandangan yang mengatakan bahwa menurut kodratnya, manusia memang memiliki Aufgabe (tugas) untuk membentuk dirinya sendiri. Dan karena ia pada dasarnya adalah unfertiges Wesen, mahluk yang tidak siap, maka ia perlu "belajar" dalam arti mempersiapkan dirinya untuk tugas memanusiawikan dirinya dan sesamanya. Saya juga menyetujui pandangan yang mengatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah "pembuat kesalahan" (Islam), semua manusia "telah jatuh ke dalam dosa" (Kristiani), dan "Erare humanum est" (Latin). Dan "belajar" dalam hal ini merupakan proses mengalami "metanoia", "paradigm repentance" alias pertobatan secara moral-spiritual. "Belajar" bukan hanya sekadar memperoleh ilmu pengetahuan, meski itu sangat penting. "Belajar" bukan sekadar meningkatkan keterampilan, meski itu juga penting. "Belajar" itu bertobat, inilah yang terpenting (the most important).

Pada titik ini kita mungkin dapat memahami makna yang lebih dalam dari "belajar". "Belajar" tak lain adalah proses pemanusiawian diri sendiri dan pemanusiawian sesama secara serentak bersamaan. "Belajar" adalah proses mengakui kesalahan dan bersedia meninggalkan yang salah itu dengan cara berharap sepenuhnya kepada Tuhan. Bahwa untuk itu diperlukan pengetahuan (knowledge) dari lembaga-lembaga pengajaran formal (termasuk agama dengan a kecil), sudah pasti. Bahwa untuk itu diperlukan keterampilan (skill) yang bisa diperoleh lewat pelatihan di lembaga-lembaga nonformal, juga jelas. Namun basis utamanya adalah proses pembelajaran dalam suasana informal, pertama-tama di rumah (keluarga) dan kemudian dalam masyarakat (lingkungan). Di rumah dan di masyarakatlah watak moral dan karakter seseorang dibentuk.

Jadi, bila Sindhunata pernah mengatakan bahwa "pendidikan (di Indonesia, meski mungkin juga benar di negara lain-pen) hanya menghasilkan air mata", maka saya bertanya-tanya apa yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat kita selama ini? Bagaimana dengan hubungan suami-istri-anak di rumah-rumah kita? Bagaimana hubungan antar tetangga di masyarakat kita? Apakah rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) benar-benar benar-benar menciptakan kerukunan dan bukan pertengkaran? Apakah para pemimpin masyarakat, di pusat dan di daerah, di bidang ekonomi, politik, dan hukum, telah memainkan peranannya sebagaimana seharusnya? Apakah para pemimpin-pemimpin agama benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya? Apakah.......

Mari "belajar", di dalam dan terlebih-lebih lagi di luar lembaga persekolahan!

*) Andrias Harefa, bekerja sebagai knowledge entrepreneur, learning partner, motivational speaker, dan penulis beberapa buku best-seller terbitan Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit KOMPAS. Beralamat di www.pembelajar.com

28 April 2006

berita hari ini: MORAL vs "MORAL"


somebody tell me.
why it feels more real when i dream
than when i am awake?

how can i know if my senses are lying?
there is some fiction in your truth,
and some truth in your fiction.

to know the truth, you must risk everything.
who are you?
am i alone?

...
hari ini gw semakin ga bisa buang jauh2 prasangka jahat tentang dunia
gimana bisa positive thinking kalo di semua berita manusia saling klaim paling bermoral
paling baik, paling demokratis... belom lagi semua berhak bilang atas nama manusia
hah...
gw terpaksa bilang SELAMAT TINGGAL BOEMIMANUSIA...
...
kebenaran cuma ada di dongeng sebelum tidur
sisanya...
sampah !!!

10 April 2006

porno virus.. from GM

From: Goenawan MOHAMAD
Sent: Wednesday, March 08, 2006 1:51 PM
Subject: RUU Porno

Ini saya ambil dari Koran TEMPO hari ini. Mohon komentar, mohon disebar.
Terimakasih,
Goenawan
___

Rabu, 08 Maret 2006
Opini
'RUU Porno': Arab atau Indonesia?
Goenawan Mohamad

Seorang teman saya, seorang Indonesia, ibu dari tiga anak dewasa, pernahberkunjung ke Arab Saudi. Ia tinggal di sebuah keluarga di Riyadh. Padasuatu hari ia ingin berjalan ke luar rumah. Sebagaimana adat di sana, iabersama saudaranya yang tinggal di kota itu melangkah di jalan denganpurdah hitam lengkap. Hanya sepasang matanya yang tampak.
Tapi ia terkejut. Di perjalanan beberapa puluh meter itu, tiba-tiba duamobil, penuh lelaki, mengikuti mereka, mengitari mereka. Mata parapenumpangnya nyalang memandangi dua perempuan yang seluruh tubuhnyatertutup itu.
"Apa ini?" tanya perempuan Indonesia itu kesal.
Cerita ini nyata--dan bisa jadi bahan ketika DPR membahas RUU "AntiPornografi dan Pornoaksi" (kita singkat saja: "RUU Porno"). Cerita inimenunjukkan bahwa dengan pakaian apa pun, perempuan dapat dianggapmerangsang berahi lelaki. Tapi siapa yang salah?
"Yang dapat membangkitkan nafsu berahi adalah haram," kata Fatwa MUI Nomor287 Tahun 2001. Bagi MUI, yang dianggap sebagai sumber "nafsu berahi"adalah yang dilihat, bukan yang melihat. Yang dilihat bagi MUI adalahbenda-benda (majalah, film, buku--dan perempuan!), sedang yang melihatadalah orang, subyek, yaitu laki-laki.
"RUU Porno" itu, seperti fatwa MUI, jelas membawa semangat laki-laki,dengan catatan khusus: semangat itu mengingatkan saya akan para pria yangberada di dua mobil dalam cerita di atas. Mereka melihat "rangsangan" dimana saja.
Di Tanah Arab (khususnya di Arab Saudi yang dikuasai kaum Wahabi yangkeras), sikap mudah terangsang dan takut terangsang cukup merata,berjalinan, mungkin karena sejarah sosial, keadaan iklim, dan lain-lain.Saya tak hendak mengecam itu.
Soalnya lain jika semangat "takut terangsang" itu diimpor (dengandidandani di sana-sini) ke Indonesia, atas nama "Islam" atau "moralitas".
Masalah yang ditimbulkan "RUU Porno" lebih serius ketimbang soal bagaimanamerumuskan pengertian "merangsang" itu. RUU ini sebuah ujian bagi masadepan Indonesia: apakah Republik 17 ribu pulau ini--yang dihuni umatberagam agama dan adat ini--akan dikuasai oleh satu nilai seperti di ArabSaudi? Adilkah bila nilai-nilai satu golongan (apalagi yang belum tentumerupakan mayoritas) dipaksakan ke golongan lain?
Saya katakan nilai-nilai di balik "RUU Porno" datang dari satu golongan"yang belum tentu merupakan mayoritas", sebab tak semua orang muslimsepakat menerima nilai-nilai yang diilhami paham Wababbi itu. Tak semuaorang muslim Indonesia bersedia tanah airnya dijadikan sebuah varian ArabSaudi.
Ini pokok kebangsaan yang mendasar. "Kebangsaan" ini bukan nasionalismesempit yang menolak nilai-nilai asing. Bangsa ini boleh menerimanilai-nilai Wahabi, sebagaimana juga kita menerima Konfusianisme, loncatindah, dan musik rock. Maksud saya dengan persoalan kebangsaan adalahkesediaan kita untuk menerima pluralisme, kebinekaan, dan juga menerimahak untuk berbeda dalam mencipta dan berekspresi.
Mari kita baca sepotong kalimat dalam "RUU Porno" itu:
Dalam penjelasan pasal 25 disebutkan bahwa larangan buat "pornoaksi"(sic!) dikecualikan bagi "cara berbusana dan/atau tingkah laku yangmenjadi kebiasaan menurut adat istiadat dan/atau budaya kesukuan". Tapiditambahkan segera: "sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan rituskeagamaan atau kepercayaan".
Artinya, orang Indonesia hanya bebas berbusana jika pakaiannya terkaitdengan "adat istiadat" dan "budaya kesukuan". Bagaimana dengan rok dancelana pendek yang tak ada dalam "adat istiadat" dan "budaya kesukuan"?
Tak kalah merisaukan: orang Jawa, Bali, Papua, dan lain-lain, yangberjualan di pasar atau lari pagi di jalan, harus "berbusana" menurutselera dan nilai-nilai "RUU Porno". Kalau tidak, mereka akan dihukumkarena berjualan di pasar dan lari pagi tidak "berkaitan denganpelaksanaan ritus keagamaan atau kepercayaan".
Ada lagi ketentuan: "Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara ataurekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu,puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarikbagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa".
Jika ini diterima, saya pastikan kesenian Indonesia akan macet. Parapelukis akan waswas, sastra Indonesia akan kehilangan puisi macam Chairil,Rendra, dan Sutardji serta novel macam Belenggu atau Saman. KoreografiGusmiati Suid atau Maruti akan terbungkam, dan film kita, yang pernahmelahirkan karya Teguh Karya, Arifin C. Noer, Garin Nugroho, sampai denganRiri Riza dan Rudi Sujarwo akan menciut ketakutan. Juga dunia periklanan,dunia busana, dan media.
Walhasil, silakan memilih:
(A) Indonesia yang kita kenal, republik dengan keragaman tak terduga-duga,atau
(B) Sebuah negeri baru, hasil "RUU Porno", yang mirip gurun pasir: keringdan monoton, kering dari kreativitas.

7 Maret 2006
koran TEMPO